13 Mar 2016

Tahun Kebingungan


Oleh Syahrir Hakim

Suasana riuh di warung kopi (Warkop), siang itu. Saking padatnya pengunjung, nyaris tidak ada kursi kosong. Sambil menyuruput kopi hangat, mereka berbincang beraneka masalah. Tiba-tiba sohib La Oegi yang baru masuk warkop itu memecahkan suasana. Sambil menarik sebuah kursi yang belum diduduki, dia berkata, "Tahun ini adalah tahun kebingungan." Entah apa maksudnya dia berkata begitu.

La Oegi yang duduk di pojok ruangan warkop itu, beranjak mendekati sohibnya. Batinnya berkata, mengapa sohibnya mengatakan tahun ini adalah tahun kebingungan? Apakah dia bingung melihat hasil pembangunan negeri ini? Atau ada masalah di permukimannya yang membuat dirinya jadi bingung?

"Makanya rajin-rajin baca koran, pak. Dengarkan radio, sehingga tidak ketinggalan informasi. Semua mengabarkan jika tahun ini adalah tahun yang penuh harapan. Meski tantangan juga kian berat. Jelas-jelas wali negeri ini menyebut jika tahun ini adalah tahun untuk berinovasi," La Oegi berusaha memberi pemahaman kepada sohibnya.

Sohib La Oegi tak mau kalah, dia menimpali. Orang-orang cerdas di luar sana mengatakan beginilah-begitulah. Pertumbuhan ekonomi khususnya di negeri Antah Berantah, kata mereka cukup baik. Tapi, dia masih sering mendengar di mana-mana para ibu rumah tangga mengeluh. Harga bahan pokok masih tetap nangkring di atas, tak turun-turun. "Ini juga yang membuat saya bingung," kata si sohib itu.

Dia terus nyerocos. Sorot matanya tajam menatap wajah pelanggan warkop yang duduk di sekitarnya. Seolah minta dipahami apa yang diomongkan. Si sohib meneruskan ocehannya, tahu sendiri kan? Kalau harga makanan naik terus, akibatnya celana melorot lantaran perut kempes karena jarang diisi.

"Kalau celana sering melorot, apalagi melorotnya di malam hari, tahu sendiri dampaknya terhadap program KB," kata si sohib sambil mengunyah roti bakar sekaligus mengulum senyum iseng. Mendengar ocehan sohib La Oegi, beberapa pengunjung warkop tak kuat menahan senyum. Bahkan ada yang sampai tertawa.

Menurut La Oegi, tahun silam, wali negeri menetapkan sebagai tahun kinerja. Nah, kita bisa melihat hasilnya sekarang. Bagaimana kemajuan pembangunan negeri Antah Berantah dalam dua tahun terakhir ini. Wali negerinya memiliki terobosan luar biasa, berinovasi memoles negerinya. Meski tak bisa dipungkiri, bahwa masih ada di antara masyarakat yang merasa wilayah permukimannya dianaktirikan.

Mendengar penjelasan La Oegi, sohibnya mengangguk-angguk. Pertanda paham atau malah mengangguk karena mengantuk. Entahlah. Sebagian pelanggan warkop sebenarnya sudah paham bahwa tahun 2016 ini adalah tahun inovasi. Tetapi ini hanya penegasan La Oegi kepada sohibnya, bahwa tahun inovasi untuk memaksimalkan pelayanan. Dengan sebuah inovasi, tentu saja jauh lebih baik dari yang pernah dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat soal pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan.

La Oegi sok mengingatkan, bahwa untuk mendukung suksesnya tahun inovasi ini,
atasan harus senantiasa mengajak bawahannya untuk tidak henti-hentinya berinovasi. Sebab, salah satu ukuran inovasi adalah adanya prestasi yang dilakukan. Jika aparatnya inovatif, maka dipastikan aparat dimaksud akan mendulang prestasi. Permisi La Oegi numpang lewat. (**)

Tulisan ini sudah dimuat dalam "Kolom Numpang Lewat Syahrir Hakim" Harian PARE POS, edisi Senin, 14 Maret 2016

0 komentar:

Posting Komentar