23 Okt 2015

Kemarau Masih Menyengat, Antisipasi Kebakaran!


Oleh Syahrir Hakim

Menyusuri jalan ke wilayah Bacukiki, Parepare siang itu, cuaca terasa menyengat. Saking panasnya seolah mampu melelehkan jalan aspal. Di sisi kiri-kanan jalan, sesekali terdengar suara rumput kering yang saling bersentuhan diterpa angin. Tak kelihatan lagi rumput segar, semuanya berwarnna cokelat muda. Dampak musim kemarau yang berkepanjangan.

Musim kemarau menyebabkan suhu panas memuncak. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bahwa suhu saat ini antara 23-33 derajat celcius dengan kecepatan angin 30 km per jam. Sewaktu-waktu bisa menimbulkan titik api di lahan kering, hingga terjadi kebakaran lahan. Di Kota Parepare, puluhan kasus kebakaran lahan maupun gedung atau rumah warga yang hangus. Musibah itu terjadi sejak Bulan Maret-September 2015.

Selain itu, kebakaran lahan juga terjadi akibat adanya unsur kesengajaan. Para pemilik lahan sengaja membakar lahannya sendiri untuk digunakan nanti pada saat musim hujan. Namun, di saat api mulai berkobar melalap lahannya, mereka meninggalkan begitu saja. Api pun merembet ke mana-mana tak terkontrol lagi.

Melihat kondisi seperti ini, menurut hemat saya, masyarakat maupun pihak yang berwenang harus mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya bahaya kebakaran. Beberapa hal yang patut dilakukan oleh warga adalah: Pertama. Berhati-hati dalam membakar sampah. Api mudah membesar karena embusan angin yang kencang, sehingga bahaya kebakaran bisa terjadi. Kalaupun kita harus membakar, sisa api harus dipadamkan dengan air untuk memastikan tidak ada panas yang masih menyala di antara tumpukan abu.

Kedua. Warga harus menyimpan nomor darurat pemadam kebakaran dan nomor polisi. Gunanya, jika terjadi kebakaran, dapat langsung menghubungi pihak berwenang, agar api segera dimatikan. Ketiga. Warga harus berhati-hati dalam menggunakan kompor. Kompor yang telah digunakan harus bisa dipastikan mati apabila aktivitas memasak telah selesai. Jangan sampai kita tidur, tetapi kompor tetap menyala.

Keempat. Warga harus paham cara mematikan api di dapur apabila terjadi kebakaran kecil. Siapkan karung atau kain yang basah kemudian tutup api dengan kain tersebut. Jangan menyiram api di kompor yang terbakar. Hal itu bisa menyebabkan api menyebar karena terpercik air. Warga sebisa mungkin menyiapkan alat pemadam sendiri di rumah. Kelima. Ketika meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, pastikan semua aman. Listrik dan kompor sudah dimatikan. Selang gas ke kompor dicabut.

Bagi yang berwenang seyogianya mengantisipasi dengan: Pertama, bersiaga penuh, pihak pemadam dan para petugas rukun warga berkoordinasi lebih awal untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran. Kedua. Melakukan imbauan mengingatkan warga akan bahaya kebakaran. Imbauan dapat dilakukan dengan menyebarkan poster, melalui tempat-tempat ibadah atau lewat media televisi, radio, dan suratkabar. Sosialisasi harus menyeluruh, sehingga warga dipastikan tahu dan paham apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran.

Ketiga. Mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan. Jika ada yang rusak agar segera diperbaiki, termasuk alat komunikasi, mobil, dan peralatan pemadaman api. Tentu kita tidak ingin ini terjadi. Oleh karena itu, harus waspada, jangan sampai terlena. Semoga semuanya menjadi sadar dan waspada! (**)

18 Okt 2015

Serbuk Itu Gatal, Pak!


Oleh Syahrir Hakim

Beberapa hari ini, sejumlah tetangga La Oegi uring-uringan. Bukan karena suhu udara semakin panas, hingga badan terasa gerah. Bukan juga masalah keterbatasan distribusi air bersih di musim kemarau. Tetapi embusan angin kencang yang membawa "derita". Sesuai survei bukan versi Cak Lontong mengatakan, ketenangan mereka terusik oleh limbah serbuk gergaji.

Limbah itu terbang seiring tiupan angin, masuk ke celah-celah rumah warga. Tak pandang siapa penghuninya. Jika menerpa kulit, rasa gatal tak dapat dielakkan. Pemilik kulit harus menggaruk-garuk sendiri, hingga rasa gatal itu hilang. Itulah "penyakit" yang selama ini mendera sejumlah warga perumahan Anugerah RT/RW 004/002, Elle Kalukue, Kelurahan Bumi Harapan, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare.

Perumahan yang terletak di Jalan Bambu Runcing itu, dihuni sekitar 50-an warga. Jika musim seperti yang berlangsung sekarang ini, lebih dari separuh warganya "teraniaya" oleh butiran halus serbuk gergaji. "Gatal, pak! Apa boleh buat, kita hanya bisa menggaruk-garuk sambil menggerutu. Ini namanya musibah," kata seorang warga dengan nada datar.

Limbah itu diduga berasal dari pabrik penggergajian kayu atau bahasa kerennya sawmill milik seorang warga. Letaknya di sebelah timur tak jauh dari perumahan Anugerah. Limbah penggergajian itu ditumpuk di areal lokasi usahanya. Jika angin berembus, maka butiran halus itu ikut serta ke mana arah angin. Hingga menerobos masuk ke sudut-sudut rumah warga. Berserakan di teras, hingga semua ruangan tak ada yang bebas dari limbah gatal itu.

Warga di perumahan sudah lama "menikmati malapetaka" ini. Tak tahan dengan derita yang setiap saat menerpa, mereka menyampaikan protes kepada pemilik usaha tersebut. Namun, tak ada respon. "Kami bersama warga lainnya sudah pernah menyampaikan keberatan kepada pemilik usaha agar berupaya membuang limbahnya ke tempat pembuangan sampah. Namun, keberatan kami tidak pernah digubris. Seolah-olah pemiliknya melakukan pembiaran, sehingga dampaknya merugikan orang banyak," tutur seorang tetangga La Oegi.

Merasa dicueki pemilik sumber "malapetaka", warga tak putus asa. Mereka ramai-ramai menandatangani surat, lalu dikirim ke Kepala Kantor Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Parepare. Surat yang dikirim bulan Agustus 2014 lalu itu, menyatakan perihal limbah penggergajian mengganggu warga perumahan.

Sayangnya, tetangga La Oegi tak paham, apakah surat itu sudah sampai di tangan yang berwenang atau ke mana rimbanya? Karena hingga saat ini, keberatan warga belum juga mendapat respon. "Tidak ada eksyen," tetangga La Oegi menyebutnya begitu. Padahal surat tersebut ditembuskan kepada Bapak Wali Kota Parepare, Camat Bacukiki Barat, Lurah Bumi Harapan, Ketua RW 002 dan Ketua RT 004 masing-masing di Kelurahan Bumi Harapan.

Tetangga La Oegi membatin, kurang apa lagi? Sumber "malapetaka" sudah diketahui. Jika surat keberatan warga itupun sampai di tangan yang berwenang, tentunya instansi yang menangani pencemaran lingkungan itu sudah mengetahui masalahnya. Jadi apa yang ditunggu selama ini. Hingga seolah-olah terjadi pembiaran pencemaran lingkungan. Sejumlah "korban" tetap menunggu jawaban. Permisi, cuma numpang lewat. (**)

Awas! Modus Baru Pembobol ATM


Oleh Syahrir Hakim

Pengantar:
ATM Bank BNI di samping Swalayan Sejahtera tak berpintu.
Tulisan ini telah dimuat sebagai berita Headline atau berita utama pada halaman 1 Harian PARE POS edisi, Senin, 19 Oktober 2015.

SEORANG ibu rumah tangga mengaku saldo ATM miliknya ludes dikuras orang yang tidak dikenal. Peristiwa naas itu terjadi di bilik ATM Bank BNI samping Swalayan Sejahtera Jalan Bau Massepe, Parepare, Jumat 16 Oktober sekitar pukul 18.30 Wita.

Awalnya, korban yang bernama Fatima (samaran, red) 35 tahun asal Barru, berbelanja di Swalayan Sejahtera. Namun uangnya tak cukup untuk membayar harga barang yang dibeli, sehingga keluar untuk mengambil uang di  ATM BNI yang letaknya tak jauh dari swalayan tersebut.

Sialnya, kartu ATM-nya tidak bisa dimasukkan, seolah-seolah ada yang mengganjal. Di saat itulah, datang dua lelaki yang tak dikenalnya mengaku akan membantunya. "Entah dari mana lelaki itu tiba-tiba mendekat utuk menolong saya," tutur korban.

Kepada PARE POS, korban mengatakan, dirinya merasa heran karena lelaki itu mengaku mau membantu, tetapi malah minta pin kartu ATM. Awalnya, korban tidak mau menyebutkan pinnya. Setelah lelaki itu meminta hingga ketiga kalinya, korban menyebut pin ATM-nya. Lantas korban tak ingat lagi apa yang dilakukan lelaki itu. Hingga akhirnya menghilang entah ke mana.

Menyadari dirinya tertipu, korban melaporkan ke petugas Bank BNI di Jalan Veteran untuk memblokir kartu ATM yang telah diambil lelaki tersebut. "Tapi petugas bank mengatakan, saldo ATM Rp1,5 juta sudah diambil di ATM Sumpang Minangae. Ibu harus berhati-hati, ini modus baru," kata korban mengutip petugas Bank BNI.

Tidak puas dengan penjelasan petugas Bank BNI, korban melaporkan ke Polres Parepare. Petugas di Polres berpesan agar dirinya harus berhati-hati. "Laporan saya tidak diproses. Kejadian itu dianggap kelalaian saya," cerita korban.

Menurut petugas SPK Polres Parepare, Bripka Ridwan Conda, Sabtu, 17 Oktober, pengaduan korban tidak tercatat dalam buku penerimaan laporan. Namun, dia mengatakan jika kasus sama pernah terjadi yang dilaporkan pekan lalu. "Memang ada modus baru lagi," kata petugas itu.

Meski korban mengakui kelalaiannya, namun dia berharap kepada yang berwenang agar membenahi ATM BNI yang tak berpintu. "Bilik ATM itu tidak punya pintu. Apalagi kalau malam, suasana sekitarnya gelap," ujar korban. (*)

12 Okt 2015

Ketika BPJS Kesehatan Mengajak Gotong Royong, Semua akan Tertolong


Oleh Syahrir Hakim


Pengantar:
Tulisan ini telah dimuat di Harian PARE POS edisi, Selasa, 13 Oktober 2015. Tulisan kedua ini saya buat untuk berpartispasi dalam Lomba Karya Tulis Jurnalistik Nasional 2015. Tujuannya, untuk menjaring ide dan aspirasi dari media yang bermanfaat bagi pengembangan sera evaluasi program jaminan kesehatan nasional. Semoga bermanfaat bagi pembaca.


Biaya kesehatan tidak bisa dibilang murah lagi. Orang miskin “menjerit” tak sanggup lagi membiayai kesehatan dirinya. Tidak sedikit nyawa orang miskin meregang, hanya karena tertunda mendapatkan perawatan. Di saat itulah sering muncul sebuah ungkapan memilukan. “Orang miskin dilarang sakit”.

Di tengah bermunculannya keluhan bahkan tudingan, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Baik itu tenaga kesehatan maupun infrastruktur rumah sakit. Pemerintah, jelas tidak akan membiarkan rakyatnya satu persatu meregang nyawa di pintu gerbang rumah sakit. Hanya karena tidak mampu membayar biaya pengobatan.

Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan sebuah solusi. Bagaimana orang miskin dapat juga menikmati pengobatan di rumah sakit, tanpa mengeluarkan biaya. Hanya dengan menerapkan prinsip bergotong royong, semua akan tertolong.

Dari kegiatan ini berbagai permasalahan dapat terselesaikan dengan mudah dan murah. Kenapa? Karena dikerjakan secara bersama-sama dengan rasa saling memiliki, saling empati dan saling peduli antarsesama. Tanpa saling membedakan ras, suku, pangkat, dan jabatan. Semua merasa memiliki tanggung jawab.

Seperti itulah yang dirasakan ketika bergabung dalam BPJS Kesehatan. Dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, sepertinya kita berupaya membangkitkan kembali prinsip gotong-royong. Dengan prinsip ini kita akan saling tolong menolong untuk menyongsong generasi emas yang sehat. Cukup dengan mengeluarkan sedikit uang iuran, layaknya sedekah. Namun dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk kesehatan masyarakat. Pada prinsipnya dana yang terkumpul adalah milik bersama para peserta dan sistemnya adalah orang yang sehat membantu orang yang sakit. Orang yang mampu membantu orang yang tidak mampu.

Terkait pelayanan kesehatan bagi warga yang tidak mampu, ada kabar menggembirakan dari Kota Parepare, Sulsel. Wali Kota Parepare DR HM Taufan Pawe SH MH menyerahkan kartu BPJS kesehatan kepada 62.800 warga penerima bantuan iuran (PBI) di Restoran Dinasty, Kamis, 8 Oktober 2015 lalu. Penyerahan itu merupakan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke BPJS Kesehatan.

Kepala BPJS Kota Parepare Afliana Latumakulita dalam kesempatan itu mengatakan, model kebijakan integrasi Jamkesda ke BPJS Kota Parepare dijadikan contoh dalam penerapan program BPJS serupa di daerah lain di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.

Rencananya pertengahan November mendatang, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengundang Pemerintah Kota Parepare menghadiri penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) dengan BPJS Sulsel. Agendanya, program kebijakan integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan Parepare, akan dijadikan rujukan bagi kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, awal September lalu, Wali Kota Parepare juga diundang Kementerian Kesehatan di Jakarta menerima penghargaan atas komitmen pemerintahannya dalam pelaksanaan program BPJS. Parepare adalah daerah pertama di Sulsel yang berhasil mengintegrasikan program Jamkesda ke BPJS.

Hingga saat ini menurut data, warga Parepare yang terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan berkisar 143.399 orang. Sedianya 136.902 ribu jiwa warga Kota Parepare yang mendapatkan proteksi kesehatan melalui program BPJS Kesehatan. Namun, karena terhalang regulasi, sehingga hanya 62.800 warga yang menjadi penerima bantuan iuran BPJS.

Itulah salah satu bukti keseriusan pemerintah mendukung program BPJS Kesehatan. Menurut Taufan, komitmen Pemerintah Kota Parepare terhadap program BPJS kesehatan sangat besar. Ditandai rencana Pemerintah Kota Parepare mem-BPJS-kan seluruh warganya dengan total anggaran Rp17 miliar dalam APBD 2015.

Pemerintah pusat memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Parepare. Itu karena pada saat yang sama hanya sedikit daerah di Indonesia menerapkan kebijakan seperti yang dilakukan pemerintah kota ini. Hingga kini pertumbuhan peserta BPJS Kesehatan terus memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Menurut data BPJS Kota Parepare dalam periode Juli – September 2015, terdapat sekitar 6.000 peserta baru.

Menurut Afliana, hingga saat ini jumlah peserta BPJS Parepare berkisar 143.399 peserta. Mereka berasal dari 21 segmen, termasuk pensiunan TNI. Selain itu ada sekitar 3.699 peserta penerima bantuan iuran (BPI) BPJS. Mereka kata dia, akan dilayani di enam puskesmas, sembilan dokter praktek perorangan, lima dokter gigi, dan poliklinik, termasuk fasilitas kesehatan yang dikelola pihak swasta. Di Parepare tersedia 97 fasilitas kesehatan primer untuk pasien BPJS. (**)

5 Okt 2015

BPJS Kesehatan; Biaya Aman, Pasien Senang, Dokter pun Nyaman


Oleh Syahrir Hakim

Pengantar:
Tulisan ini telah dimuat di Harian PARE POS edisi, Selasa, 6 Oktober 2015. Tulisan ini saya buat atas undangan BPJS Kesehatan untuk berpartispasi dalam Lomba Karya Tulis Jurnalistik Nasional 2015. Tujuannya, untuk menjaring ide dan aspirasi dari media yang bermanfaat bagi pengembangan sera evaluasi program jaminan kesehatan nasional. Semoga bermanfaat bagi pembaca.

SEJUMLAH pasien duduk tenang di depan pintu ruang pelayanan. Menanti giliran mendapatkan segenggam harapan. Harapan berupa jaminan pengobatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Umum (RSU) Andi Makkasau, Kota Parepare. Dari wajah mereka penuh harap untuk berobat agar kembali pulih dari sakit yang menderanya.

Kesehatan adalah anugerah yang sangat berharga bagi kita. Dengan tubuh yang sehat, kita dapat melakukan aktivitas yang bermanfaat. Patutlah bersyukur karena telah diberikan nikmat kesehatan yang tiada taranya. Perlu diperhatikan, kesehatan merupakan aset utama yang memberikan dorongan untuk berbuat dengan semangat tanpa adanya gangguan.

Jika pun terjadi kondisi sebaliknya, kita tak perlu khawatir. Ketika anggota tubuh didera sesuatu penyakit, segeralah mengunjungi rumah sakit memeriksakan diri. Jangan melakukan pembiaran, karena tindakan semacam itu, hanya akan menambah parah derita kita. Misalnya, memikirkan soal biaya perawatan. Pelayanan dokter dan para medisnya yang kadang tak memuaskan serta fasilitas di rumah sakit yang kurang memadai. Berpikir demikian itu hanya akan menambah beban pikiran, yang akan berdampak terhadap sisa-sisa kesehatan dalam tubuh kita.

Memang diakui jika masuk rumah sakit, apalagi jika menjalani perawatan inap semua anggota  keluarga akan terlibat dalam kerepotan. Repot mengurus adiministrasi pasien sebelum ditangani para medis. Ketika pasien berada di bangsal, repot menjaga pasien siang malam, pagi dan sore. Setelah dinyatakan oleh dokter pasien sembuh dan bisa pulang ke rumah, mereka pun membatin, jangan-jangan tagihan biaya perawatan rumah sakit angkanya selangit......?

Rumah sakit dengan segala infrastruktur dan sumber daya manusianya, bukan lagi momok yang menakutkan bagi pasien dan keluarganya. Memang, sebagian masyarakat masih ada yang cemas memikirkan soal biaya perawatan. Bukan mencari tahu penyakit apa yang mendera si sakit. Apa yang harus dilakukan. Apa pantangan yang harus dihindari si sakit. Bagaimana menjaga dan mengurusi pasien yang sedang dalam perawatan.

Sekarang, bukan saatnya berpikir seperti itu. Berobat ke rumah sakit bukanlah suatu hal yang harus membuat seseorang galau. Pemerintah kini telah membuktikan kepeduliannya terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Sebab, kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi. Selain itu, kesehatan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dengan demikian, pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Mulai 1 Januari 2014 sistem jaminan sosial terbaru atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) resmi diberlakukan. JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru dengan menggunakan sistem asuransi. Artinya, seluruh warga Indonesia nantinya wajib menyisihkan sebagian kecil pendapatannya untuk jaminan kesehatan di masa depan.

Bagaimana dengan rakyat miskin? Tidak perlu khawatir. Semua rakyat miskin atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) ditanggung kesehatannya oleh pemerintah. Jadi tidak ada alasan lagi bagi rakyat miskin untuk memeriksakan penyakitnya ke fasilitas kesehatan.

Sementara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah perusahaan asuransi yang  sebelumnya sebagai PT Askes. BPJS Kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, dengan adanya program ini, BPJS Kesehatan sangat berperan membantu dalam meningkatkan mutu dan layanan jaminan kesehatan bagi masyarakat.

Sebagai seorang peserta BPJS Kesehatan, saya akan berbagi pengalaman dalam proses pengobatan maupun rawat inap di RSU Andi Makkasau, Parepare. Sebelum berhadapan dengan dokter yang akan memberikan hak pengobatan kepada pasien, terlebih dahulu pasien harus memenuhi kewajiban melengkapi persyaratan administrasi. Mulai rujukan dari fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat I hingga surat jaminan pengobatan dari BPJS. Semua proses itu tak berlika-liku amat, yang penting syarat terpenuhi, urusan selesai dengan cepat.

Suatu hari, membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat I, yaitu dokter H Jamal Sahil M.Kes saya bergegas menuju ke RSU Andi Makkasau. Di depan loket pendaftaran, seorang gadis berparas cantik menyapa. “Ke poli mana pak?”. “Cardiac,” jawab saya. Dia pun menekan tulisan JANTUNG dalam layar monitor, lalu secara digital secarik kertas berisi nomor antrean keluar dari sebuah kotak kecil. Saya pun duduk bersama sejumlah pasien lainnya menunggu antrean.

Setelah proses administrasi selesai, saya bersama pasien lainnya menunggu di poli jantung atau Cardiac Centre. Menunggu hampir dua jam, bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi bersyukur karena masih sanggup bersabar hingga dokter datang. Tiba giliran saya untuk diperiksa. Dokter pun melaksanakan pemeriksaan dengan cermat. Pemeriksaan dan pembuatan resep oleh dokter selesai, saya kembali diadang antrean di loket pengambilan obat. Di sini pun pasien kembali dituntut bersabar menunggu antrean.

Saya menilai para tenaga medis, baik dokter maupun perawat sangat berperan dalam menyukseskan program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS. Para tenaga kesehatan ini enjoy melaksanakan tugasnya, hingga para peserta BPJS kesehatan menikmati layanan kesehatan secara maksimal. Hingga sering muncul ungkapan bahwa menjadi peserta BPJS kesehatan itu, pembiayaan aman, pasien senang, provider tenang, dan dokternya pun nyaman. 

Memang diakui, terkadang rasa kesal pasien timbul juga ketika diadang antrean. Bayangkan! Setiap proses pemeriksaan ke dokter, butuh empat kali antrean. Pertama, mengambil nomor antrean pendaftaran, lalu ke ruang pelayanan BPJS untuk mendapatkan surat jaminan pengobatan. Setelah itu antre menunggu di depan poli, dan yang terakhir antre di depan loket pengambilan obat. Dari semua proses antrean, pemeriksaan dokter, hingga pengambilan obat, tak ada pungutan biaya, semuanya gratis. Pasien maupun keluarganya hanya dituntut kesabaran untuk menunggu antrean.

Awalnya, jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan banyak menuai kekhawatiran baik dari peserta, provider, maupun dokter dan para medis lainnya. BPJS Kesehatan pun terkesan dilihat sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Setelah satu setengah tahun berjalan, tampaknya semakin banyak dokter bergabung dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit pun semakin banyak yang melayani peserta BPJS Kesehatan. Alasannya, ada kepastian yang menanggung biaya pengobatan. Jasa para medis pun menjadi lebih pasti.

Seorang dokter menyatakan, jika dirinya merasa nyaman dengan hadirnya pola pembiayaan kesehatan melalui BPJS Kesehatan. Bisa dibandingkan sebelum dan sesudah ada BPJS Kesehatan. Dulu, banyak pasien umum yang tidak mampu membayar biaya perawatannya, kemudian minta tolong kepada pejabat untuk meringankan biaya atau bahkan minta digratiskan karena memang tidak mampu bayar.

Menurut dokter itu dirinya merasa nyaman dengan pola pembiayaan BPJS Kesehatan. Sebab jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan ini benar-benar memberi kepastian pembiayaan kesehatan. Jaminan kesehatan nasional ini kan semangatnya gotong royong, sehingga berharap ke depan BPJS Kesehatan agar semua tetap aman dan nyaman. (**)