28 Agu 2017

Peristiwa Kurban dan Kepemimpinan


Menyambut Hari Raya Idul Adha 1438 H

Oleh Syahrir Hakim

Umat muslim akan merayakan Idul Adha atau Idul Kurban, 10 Zulhijjah 1438 H bertepatan hari Jumat, 1 September 2017. Ibadah kurban sebagai sebuah momentum mengingatkan kembali diri kita, bahwa hidup ini takkan pernah sepi dari proses perjuangan dan pengorbanan.

Penyembelihan hewan kurban tidak hanya berhenti pada rutinitas ritual serta sarana dan alat penyembelihan semata. Namun, yang lebih utama adalah makna dari pengorbanan itu, yang selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari Raya Idul Adha mengajak kaum muslim memaknai pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail. Betapa tingginya ketaatan dan kecintaannya kepada Allah SWT. Itulah sebabnya peristiwa kurban disebut erat kaitannya dengan kepemimpinan.

Kita bisa meneladani betapa Nabi Ibrahim yang dengan luar biasa menyerahkan miliknya yang paling berharga. Putra semata wayang Ismail, yang dinanti-nantikan kelahirannya. Dengan ikhlas Ibrahim melaksanakan perintah Allah menyembelih putra tercintanya. Luar biasa pengorbanan Nabi Ibrahim.

Demikian pun pengorbanan yang sempurna Ismail, sang anak yang juga rela dirinya disembelih karena perintah Allah. Itu merupakan bukti ketaatan sempurna kepada Allah SWT. Jika hidup ini diibaratkan 'Ismail' kita, harta dan uang itu 'Ismail' kita. Pertanyaannya, maukah menyerahkahkan 'Ismail' kita demi perjuangan di jalan Allah?

Ketaatan dan kecintaan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Kalau muslim menunjukkan kecintaan dan ketaatan kepada Allah, maka siaplah untuk berkurban. Tanpa pengorbanan, maka kemuliaan tidak akan bisa diraih. Dari teladan itu, pemimpin diharapkan agar menyadari bahwa berkorban itu untuk kemuliaan umat.

Nabi Ibrahim AS pernah meminta kepada Allah saat dirinya diangkat sebagai pemimpin (imam) bagi seluruh umat manusia. Ibrahim meminta kiranya keturunannya pun bisa diangkat menjadi pemimpin seperti dirinya. Namun tidak semudah itu. Allah memberikan syarat bagi siapa pun yang ingin mengikuti jejak Ibrahim. Harus bersikap adil. Karena orang yang zalim tidak layak disebut pemimpin. 

Kenyataan sekarang ini, masih ada di antara pemimpin tidak memiliki rasa keadilan. Hanya memimpin dengan modal materi, politik, dan kekuasaan. Orang semacam itu tidak layak dikategorikan sebagai pemimpin yang sesungguhnya. Hanya layak disebut sebagai penguasa.  

Apalagi, dalam suasana hiruk-pikuk pilkada serentak yang akan dihelat tahun depan. Tampaknya, para calon pemimpin di daerah sudah mulai tancap gas. Mondar-mandir ke sana kemari mencari dukungan. Maka, masyarakat lah yang harus cerdas, harus tahu rekam jejak calon pemimpinnya. 

Tentu kita sepakat memilih pemimpin yang saleh dan bertakwa. Pemimpin bertakwa pasti Pancasilais. Manusia Pancasila harus selalu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, berkeadilan sosial, memimpin dengan hikmat, bukan pencitraan, apalagi asal-asalan.

Semoga Idul Kurban kali ini dapat menjadi momen dalam melahirkan pemimpin adil dan bertakwa dambaan umat, plus masyarakat beradab impian negara. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamdu. Selamat Hari Raya Kurban, 1438 Hijriah. (dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar