18 Okt 2015

Serbuk Itu Gatal, Pak!


Oleh Syahrir Hakim

Beberapa hari ini, sejumlah tetangga La Oegi uring-uringan. Bukan karena suhu udara semakin panas, hingga badan terasa gerah. Bukan juga masalah keterbatasan distribusi air bersih di musim kemarau. Tetapi embusan angin kencang yang membawa "derita". Sesuai survei bukan versi Cak Lontong mengatakan, ketenangan mereka terusik oleh limbah serbuk gergaji.

Limbah itu terbang seiring tiupan angin, masuk ke celah-celah rumah warga. Tak pandang siapa penghuninya. Jika menerpa kulit, rasa gatal tak dapat dielakkan. Pemilik kulit harus menggaruk-garuk sendiri, hingga rasa gatal itu hilang. Itulah "penyakit" yang selama ini mendera sejumlah warga perumahan Anugerah RT/RW 004/002, Elle Kalukue, Kelurahan Bumi Harapan, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare.

Perumahan yang terletak di Jalan Bambu Runcing itu, dihuni sekitar 50-an warga. Jika musim seperti yang berlangsung sekarang ini, lebih dari separuh warganya "teraniaya" oleh butiran halus serbuk gergaji. "Gatal, pak! Apa boleh buat, kita hanya bisa menggaruk-garuk sambil menggerutu. Ini namanya musibah," kata seorang warga dengan nada datar.

Limbah itu diduga berasal dari pabrik penggergajian kayu atau bahasa kerennya sawmill milik seorang warga. Letaknya di sebelah timur tak jauh dari perumahan Anugerah. Limbah penggergajian itu ditumpuk di areal lokasi usahanya. Jika angin berembus, maka butiran halus itu ikut serta ke mana arah angin. Hingga menerobos masuk ke sudut-sudut rumah warga. Berserakan di teras, hingga semua ruangan tak ada yang bebas dari limbah gatal itu.

Warga di perumahan sudah lama "menikmati malapetaka" ini. Tak tahan dengan derita yang setiap saat menerpa, mereka menyampaikan protes kepada pemilik usaha tersebut. Namun, tak ada respon. "Kami bersama warga lainnya sudah pernah menyampaikan keberatan kepada pemilik usaha agar berupaya membuang limbahnya ke tempat pembuangan sampah. Namun, keberatan kami tidak pernah digubris. Seolah-olah pemiliknya melakukan pembiaran, sehingga dampaknya merugikan orang banyak," tutur seorang tetangga La Oegi.

Merasa dicueki pemilik sumber "malapetaka", warga tak putus asa. Mereka ramai-ramai menandatangani surat, lalu dikirim ke Kepala Kantor Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Parepare. Surat yang dikirim bulan Agustus 2014 lalu itu, menyatakan perihal limbah penggergajian mengganggu warga perumahan.

Sayangnya, tetangga La Oegi tak paham, apakah surat itu sudah sampai di tangan yang berwenang atau ke mana rimbanya? Karena hingga saat ini, keberatan warga belum juga mendapat respon. "Tidak ada eksyen," tetangga La Oegi menyebutnya begitu. Padahal surat tersebut ditembuskan kepada Bapak Wali Kota Parepare, Camat Bacukiki Barat, Lurah Bumi Harapan, Ketua RW 002 dan Ketua RT 004 masing-masing di Kelurahan Bumi Harapan.

Tetangga La Oegi membatin, kurang apa lagi? Sumber "malapetaka" sudah diketahui. Jika surat keberatan warga itupun sampai di tangan yang berwenang, tentunya instansi yang menangani pencemaran lingkungan itu sudah mengetahui masalahnya. Jadi apa yang ditunggu selama ini. Hingga seolah-olah terjadi pembiaran pencemaran lingkungan. Sejumlah "korban" tetap menunggu jawaban. Permisi, cuma numpang lewat. (**)

0 komentar:

Posting Komentar