27 Jul 2019

Transaksi ATM Gagal, Tapi Saldo Berkurang


Costumer Bank BRI Kantor Cabang Parepare, saat melayani nasabah.
BAGAIMANA perasaan Anda ketika ingin menikmati weekend, tapi isi dompet menipis. Padahal tabungan ATM masih terisi, tapi tidak bisa ditarik. Itulah yang saya alami Sabtu dua pekan lalu (20/7).

Ceritanya begini. Siang itu, saya ke anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Mandiri. Sebelum masuk ke ruang ATM, saya mendengar kalau hari itu Bank Mandiri terjadi error.

Siaran TV memberitakan, sejumlah nasabah bank tersebut kaget, setelah mengetahui saldo tabungannya berkurang, ada pula nasabah justru tabungannya bertambah.

Setelah mengetahui semua itu, saya menuju ATM BRI di Jalan Hasanuddin, Parepare. Dua kali saya melakukan transaksi tapi gagal terus. Saya pindah ke ATM BRI cabang di Jalan Ribura'ne. Transaksi yang saya lakukan lagi-lagi gagal.

Apa boleh buat dengan modal lima ribu rupiah uang di dompet, saya nekat masuk warung kopi (Warkop) langganan saya. Pesan satu gelas teh tarik. Untuk pertama kalinya saya ngutang di warkop tersebut.

Jam tangan saya menunjukkan angka 13.30. Baru sekitar sepuluh menit duduk menikmati hangatnya teh tarik, ada SMS masuk. Ternyata pemberitahuan dari BRI PENARIKAN TUNAI ATM. "Lha, koq bisa seperti ini, transaksi gagal, tapi ada penarikan tunai," benak saya bertanya demikian.

Saya pun beranjak meninggalkan minuman yang tinggal setengah gelas. Langsung mengecek saldo. Benar, saldo berkurang. Saya melaporkan hal itu ke security yang sedang bertugas siang itu.
Setelah diprint penarikab terakhir, benar jika ada penarikan sejumlah tersebut. Saya disarankan melaporkan ke Kantor Cabang BRI hari Senin, dengan membawa Buku Tabungan, Kartu ATM, dan KTP.

Hari Rabu (24/7) baru sempat melaporkan kejadian itu ke Kantor Cabang BRI Parepare. Melalui Costumer Service 1, saya diterima Bu Fitry. (Entah istri orang atau masih perawan, saya tidak tanya).

Setelah tanya ini itu, Kartu Tabungan, Kartu ATM, dan KTP difotocopy, disarankan menunggu pemberitahuan melalui notifikasi SMS. "Kami berharap sabar menunggu proses selama 10 hari kerja," begitu saran bu Fitry.

Jumat malam (26/7) sekitar pukul 19.30 kembali menikmati suasana Warkop langganan saya. Seruput demi seruput minuman hangat, terdengar notifikasi SMS. Saya buka, ada transaksi kredit. Setelah meninggalkan warkop, saya ke ATM mengecek benar tidaknya transaksi itu. Ternyata benar BRI telah mengembalikan uang saya di ATM. terima kasih BRI.


Parepare, 27 Juli 2019

10 Mei 2019

Penelepon Itu, Sok Kenal


Ilustrasi
SORE itu saya lagi mengerjakan tugas rutin di kantor. Tiba-tiba telepon saya berdering. Meski nomor yang masuk itu (081396148846) asing bagi saya, tapi tetap saya angkat.

Saya sambut dengan salam dan menanyakan dari siapa. Penelepon tidak langsung menjawab, dengan menyebut nama. Dia hanya mengatakan, jika baru saja ganti nomor. 

Selanjutnya, dia menyebut nama saya dan menanyakan apakah saya sudah lupa dengannya. "Baru saja saya mau minta tolong, sudah nalupa maki," begitu kata di ujung telepon dengan logat Bugis.

Malah saya disuruh mengingat-ingat siapa teman saya polisi di Polres Parepare. Seingat saya tidak ada satupun polisi di Kota Parepare yang akrab dengan saya. 

"Coba ingat-ingat pak Syahrir siapa temannya polisi," kata si penelepon. Saya tanya, di Polres mana pak. "Parepare," jawabnya. 

Di saat saya dilanda rasa penasaran. Saya cari aman. HP saya letakkan di meja tanpa menghiraukan lagi apa kata dia. Lama kelamaan tak ada lagi suara dari sana. Dalam benak saya, modus lagi.

Dua jam kemudian saya hubungi WA teman jurnalis yang posting di Mapolres Parepare. Minta dichek nomor HP yang mengaku anggota Polres Parepare. Besoknya, saya terima balasan WA dari teman tadi, bahwa tidak ada anggota Polres tersebut yang memiliki nomor HP yang dimaksud. Ternyata betul, modus apa lagi yang akan dilancarkan. Entahlah.

Hati-hati bila Anda menerima telepon seperti itu. Dengan nada sok kenal, meski tahu betul nama lengkap Anda. Bisa saja oknum tersebut melancarkan aksinya dengan modus yang ada di benaknya. (**)

4 Mei 2019

Ketika Watshapp Saya Dihacker


Ilustrasi
PERNAH kah Watshapp (WA) Anda dikuasai orang yang tidak bertanggungjawab? Bahasa kerennya, diretas atau dihack? Jika pernah bagaimana perasaan Anda ketika itu? Begitu pula yang saya rasakan saat itu.

Rabu malam (1/5) jelang Ramadan, saya komunikasi lewat messenger dengan seseorang yang belum saya kenal baik. Saya butuh sesuatu produk. Dia bersedia membantu saya. Lantas dia minta nomor WA saya. Langsung saya kirimkan. 

Esoknya, Kamis malam dia menghubungi lagi. Katanya, WA saya tidak bisa dibuka. Padahal dia akan mengirim foto-foto model produk yang kekinian melalui WA.

Dia meminta agar saya mengirimi kembali nomor kode yang masuk ke SMS saya. Memang saat itu ada nomor enam digit yang masuk ke SMS saya. Tanpa curiga sedikit pun malam itu juga saya mengirimkan nomor enam digit ke dia. Nah......, apa yang terjadi? Sejak saat itulah WA saya tidak aktif lagi. 

Saya sibuk utak atik tapi tetap tidak bisa diaktifkan. Jam menunjukkan angka 24.00, tidak mau pusing. Nonaktifkan HP, simpan lalu tidur. Padahal akibatnya nanti fatal. 

Esoknya Hari Jumat sekira pukul 11.30 Wita, putra saya nelepon dari Bontang (Kaltim) dengan nada bertanya. Perasaan putra saya, baru kali ini ada pesan WA seperti ini, "lagi dmn", tulis pengirim itu.
Saya jawab telepon putra saya, bahwa sejak semalam pukul 23.00 WA saya tidak bisa dibuka, setelah saya chating messenger dengan seseorang. 

Selang beberapa saat, adik saya di Bulukumba menerima pesan WA atas nama saya, minta sejumlah uang. Atas dasar itu, putra saya memastikan jika nomor WA saya telah dikuasai oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. 

Puluhan telepon saya terima, dari teman, keluarga maupun anggota group WA ingin mengklarifikasi kebenaran pesan WA tersebut. (Minta ditransfer sejumlah uang). Yakinlah saya jika nomor WA saya telah dikuasai seseorang. Beberapa teman ingin membantu agar WA saya dapat dipulihkan. Tetapi semua usaha teman itu sia-sia. 

Dalam benak, saya harus bertindak cepat. Agar tidak banyak teman yang jadi korban. Saya buka akun fesbuk, menulis status berisi pengumuman. "Jika ada yang menghubungi lewat WA atas nama saya, meminta apa pun, jangan dilayani.  Karena itu bukan saya, tetapi orang lain yang sengaja menguasai WA saya untuk menipu".

Malam pukul 21.00 seorang teman menghubungi saya untuk ketemu di cafe sebuah hotel di kota saya sejam kemudian. Sejam kemudian saya bertemu dengan Brigpol Jamal Amin dari Unit Resmob Sat Reskrim Polres Parepare. 

Beliau berusaha menenangkan saya. "Tidak usah khawatir, WA bapak akan kembali paling lambat pagi pukul 06.00," begitu kata dia sambil mengutak atik HP saya. Alhamdulillah, sekitar pukul 23.00 Wita, WA saya pulih kembali. Semua itu berkat petunjuk Brigpol Jamal Amin. (**)

17 Apr 2019

Pemilu 2019, Serupa Tapi tak Sama 1977


Suasana pencoblosan di TPS 009, Kel Bumi Harapan.
ALHAMDULILLAH, sebagai warga negara saya telah memberikan suara.  Menyalurkan hak politik saya pada Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 17 April 2019. Apa pun hasilnya, itulah yang terbaik.

Sekitar pukul 10.00 WITA, saya tiba di depan sebuah rumah sebagai lokasi tempat pemungutan suara (TPS) 009, di kota tempat tinggal saya. Sambil duduk menunggu antrean, saya teringat pemilu 1977. Pemilu ketiga di republik ini. Namun saat itu pertama kalinya saya mencoblos.

Ada kemiripan pemilu 1977 dan 2019. Sama-sama mencoblos kertas suara. TPS-nya sama-sama di kolong rumah warga. Bedanya, Pemilu 1977 diikuti hanya 2 partai politik (parpol) dan 1 Golongan Karya (Golkar). Sedangkan Pemilu 2019 diikuti 16 parpol.

Pemilu 2019 disebut lebih kompleks. Sebab memilih calon legislatif (caleg) DPR-RI, DPD, DPRD I, DRPD II dan calon Presiden-Wakil Presiden. Sedangkan pemilu 1977 hanya memilih caleg DPR-RI, DPRD I, dan DPRD II.

Di atas bilik tempat mencoblos ada terpal dibentang menutupi bagian bawah papan lantai rumah. Itu pada pemilu 2019. Sedangkan pemilu 1977, di TPS saya tidak pakai terpal penutup. Kondisi seperti itu rawan ketahuan apa yang dicoblos si pemilih. Sebab, ada saja peluang bagi orang iseng mengintip dari sela-sela papan lantai rumah tersebut.

Pesta demokrasi digelar, Senin, 2 Mei 1977. Setelah mencoblos satu dari tiga tanda gambar, saya kembali ke rumah. Dengan hati lega, Alhamdulillah, telah menyalurkan hak politik saya sebagai warga negara dengan asas Langsung, Umum, BEbas, dan Rahasia (LUBER). (**)


 Parepare, 17 April 2019










21 Mar 2019

Asyiknya Menyusuri Pinggang Bukit Kambo di Palopo


Oleh Syahrir Hakim
Saya bersama istri sedang memandang keindahan alam Palopo.

SORE itu saya berada di Bukit Kambo. Letaknya di sebelah barat Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Obyek wisata ini, banyak dikunjungi wisatawan lokal. Mereka menilai obyek wisata alam ini mampu memanjakan mata pengunjungnya.

Saya kagum ketika memandang Kota Palopo dari atas bukit. Masya Allah, bukit ini diam-diam seolah mengintip hamparan birunya Teluk Bone. Saya tak henti-hentinya berdecak kagum memandang ciptaan Allah SWT.

Kota Palopo sejauh 224 kilometer dari kota saya, Parepare. Sudah lama saya ingin berkunjung di tanah Luwu ini. Baru terwujud beberapa hari yang lalu. Saya bersama puluhan bikers dari berbagai daerah menghadiri deklarasi Honda PCX Club Indonesia (HPCI) Chapter Palopo. Club bikers di kota itu.

Hanya City Rolling sebagai rangkaian acara deklarasi itu yang saya ikuti. Selebihnya, saya dan istri dipandu kemenakan keliling Kota Palopo. Ingin menikmati keindahan kota itu. Lalu ke Bukit Kambo. Hanya 15 menit dari Hotel Liras di Jalan Pattimura, tempat saya menginap, hingga tiba di tujuan.

Mengendarai motor Honda PCX 150 nomor polisi DP 2147 MC, terasa asyik menyusuri pinggang Bukit Kambo. Melalui jalan beraspal yang lumayan mulus, menanjak dan berkelok-kelok.

Terasa ban belakang motor saya belum sempat lepas dari tikungan, ban depan sudah masuk lagi tikungan berikutnya. Begitu seterusnya, entah berapa kelokan dilalui, sampailah kami bertiga di depan sebuah warung.

Saya menyaksikan sejumlah mobil mewah diparkir di pinggir jalan dekat dinding bukit. Para pemilik mobil itu, tampak sedang menyeruput sarabba panas sambil menatap jauh ke arah bawah.

Di antara mereka ada yang mengambil gambar dengan ponselnya. Ada yang Selfi. Ada pula mengintip pemandangan melalui teropong (keker) yang disediakan pemilik warung.

Saya singgah di salah satu warung yang berderet di sepanjang lereng Bukit Kambo. Di warung ini kami disuguhi pemandangan yang eksotis. Di lereng Bukit Kambo saya menyaksikan indahnya alam ciptaan Allah SWT dalam kondisi udara yang dingin.

Sinar matahari tampak perlahan-lahan ditelan ufuk barat. Udara semakin dingin seolah menyelimuti tubuh saya. Namun tubuh kembali hangat setelah menyeruput sekali dua kali sarabba panas. Sarabba adalah minuman segar yang terbuat dari bahan jahe, gula merah, dan santan. Mirip bandrek atau sekuteng di Jawa.

Hanya setengah jam di warung itu terdengarlah lantunan ayat suci Alquran dari menara masjid. Pertanda sesaat lagi waktu Magrib tiba. Kami pun bertiga beranjak dari warung itu. Meninggalkan Bukit Kambo. Saya mengendalikan motor dengan ekstra hati-hati.

Sebab, jalanan yang berkelok-kelok itu menurun. Terasa lebih ekstrem ketika menyusuri tanjakan. Tak terasa kami tiba di Latuppa. Salah satu Obyek wisata alam. Tak jauh dari Bukit Kambo. Setelah salat Magrib, kami pun menikmati manis dan gurihnya durian Palopo. Itulah secuil pengalaman yang saya nikmati di Bukit Kambo Kota Palopo. (*)


Parepare, 21 Maret 2019

31 Des 2018

Mengapa Orang Merayakan Tahun Baru?


Sambut Tahun Baru 2019

Oleh Syahrir Hakim

LEBIH setahun saya tidak ngeblog. Alasannya, didera 'penyakit' malas. Padahal banyak waktu terbuang. Jam-jam istirahat kantor maupun di hari-hari libur. Kebun ide pun seolah kering karena tidak pernah diisi.

Menyambut tahun baru 2019, kedua ujung telunjuk saya mulai gatal untuk menekan tombol huruf- huruf di layar IPad saya. Benda canggih ini sudah lama 'dilemarikan'. Iya lagi-lagi itu tadi. Didera rasa malas.

Oke, lupakan rasa malas itu. Mari kita sambut tahun baru 2019. Tahun 2018 akan berlalu meninggalkan kenangan. Tergantikan tahun 2019. Kita semua berharap, semoga kehadiran 2019 membawa harapan baru, berkah, dan kedamaian bagi penghuni negeri ini.

Detik-detik pergantian tahun akan bergema di seantero belahan dunia. Semarak dengan berbagai jenis aktivitas. Terkadang dalam benak muncul pertanyaan. Mengapa orang merayakan tahun baru? Hemat saya mengatakan, aktivitas penyambutan setiap tahun baru, setidaknya ada dua alasan.

Pertama, ada sebagian yang merasa layak merayakan pergantian tahun, karena mereka merasa cukup sukses menjalani tahun sebelumnya. Kedua, sebagian pula menginginkan harapan baru di tahun yang baru, setelah mengalami sejumlah kegagalan di tahun sebelumnya.

Pertanyaannya, Anda masuk di golongan mana? Jika masuk golongan pertama, artinya Anda merayakan sebuah kesuksesan. Bukan hanya mencari harapan baru tanpa berusaha memperbaiki kegagalan yang pernah mendera. Menyikapi tahun baru boleh lah disebut, saat yang pas untuk mengintrospeksi diri, agar kita tidak lupa diri. 

Bagaimana pula dengan orang yang termasuk golongan kedua? Setiap tahun membuat target, tanpa dibarengi semangat juang merealisasikan targetnya. Lagi pula mereka kurang disiplin berusaha meraih target kesuksesan, sehingga target tersebut tetap akan bertengger di tahun depan.

Saya ingat petuah orang bijak, "Kadang tanpa sadar, kita jadi manusia yang terlalu sering berharap, tapi jarang berusaha. Akhirnya hanya kecewa yang dapat kita petik. Lantas menyalahkan nasib karena tak pernah memberi apa yang kita inginkan".

Petuah itu berlanjut, kita kadang haus motivasi, tapi terlalu malas untuk beraksi. "Mimpi tanpa aksi, namanya angan-angan. Tidak akan pernah jadi kenyataan," tuturnya.

Nah kembali ke malam pergantian tahun. Khusus di kota-kota besar, malam pergantian tahun selalu dirayakan dengan pesta kembang api. Atraksi yang meriah sampai dini hari. Tidak ketinggalan tempat-tempat rekreasi, hotel maupun restoran berlomba menyemarakkan malam tahun baru.

Pengelolanya mendesain acara yang dapat menarik pengunjung ke tempat mereka.  
Lalu, apa sebenarnya makna dari malam tahun baru itu? Saya menyontek Wikipedia, bahwa malam tahun baru, adalah kebiasaan dalam kebudayaan barat untuk merayakannya dengan pesta-pesta atau acara berkumpul bersama kerabat, teman, atau keluarga menanti saat pergantian tahun. 

Bagaimana pula sebaiknya menyikapi suasana malam pergantian tahun? Tanggapan masyarakat berbeda-beda. Ada yang melakukan zikir bersama sambil merenungi jejak setahun silam. Ada yang menyikapi biasa saja. Ada pula sekadar mencari hiburan di luar rumah atau hanya menonton televisi. Tetapi tidak kurang jumlahnya yang sama sekali tidak ikut merayakan. Alasannya, malam pergantian tahun sama seperti malam-malam sebelumnya.  

Namun, menurut hemat saya yang mungkin sependapat dengan pembaca, meski malam tahun baru sama seperti malam biasanya, setidaknya ada sedikit perbedaan. Suasana dan keinginan agar hari esok lebih baik dari hari kemarin. Tapi semua itu, tergantung dari persepsi di masyarakat.

Di malam pergantian tahun, sudah jelas kita mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan penghidupan pada tahun sebelumnya. Kemudian merenungi pencapaian selama setahun terakhir, agar tahun berikutnya dapat lebih baik lagi. Selain itu, menjalin hubungan kebersamaan, sebab di malam tahun baru adalah waktu yang pas untuk berkumpul bersama keluarga.  

Bagi masyarakat dapat memetik keuntungan di malam pergantian tahun. Dengan bertambah penghasilan mereka. Seperti penjual terompet, penjual makanan dan minuman. Bertambahnya pemasukan untuk kalangan pengusaha kuliner, tempat rekreasi, hotel, maupun pusat perbelanjaan.

Itulah sisi positif yang dapat dipetik di malam pergantian tahun. Meski ada sisi positifnya, tetapi harus pula diwaspadai sisi negatifnya. Karena seringnya terjadi perilaku menyimpang di kalangan remaja. Misalnya, penyalahgunaan narkoba dan pergaulan tanpa batas. Kebut-kebutan yang rawan terjadi kecelakaan. Semoga bermanfaat. (**)

25 Jan 2018

Hari Gizi Nasional; Alarm untuk Sadar, Gizi Itu Penting!


Oleh Syahrir Hakim
SEORANG anak usia bawah lima tahun (Balita) tampak lemas di pangkuan ibunya. Badannya kurus, otot mengecil, perut membuncit, dan kulit kering mengeriput. Balita itu menderita gizi buruk.

Derita seperti inilah yang melanda sebagian balita di Kabupaten Asmat dan Bintang, Provinsi Papua. Akibatnya, puluhan dari balita itu meninggal. Pemerintah setempat kini sementara berupaya mengatasi derita yang sedang dialami anak-anak rakyatnya.

Permasalahan gizi yang dihadapi negara kita akan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Permasalahan gizi yang dimaksud antara lain kegagalan pertumbuhan
ada awal kehidupan.

Balita seperti itu rendah berat badannya waktu lahir, pendek, dan kurus. Kondisi ini akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya. Anak yang kekurangan gizi nantinya akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan, sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas di masa dewasa.

Hari ini (25 Januari), bertepatan dengan Hari Gizi Nasional (HGN). HGN bukanlah termasuk hari-hari besar nasional yang ditetapkan oleh presiden. Tetapi hari yang ditetapkan atau disepakati oleh lembaga bersangkutan.

Namun demikian, HGN bukanlah sekadar momentum. Tetapi sesungguhnya hari ini adalah sebagai bentuk peringatan, bahwa gizi turut berperan penting dalam kehidupan kita. Peringatan hari ini sebagai alarm untuk sadar bahwa gizi itu penting!

Sebagai makhluk hidup, tentu tak bisa lepas dari makanan. Makanan yang dikonsumsi pun tidak asal makanan. Akan lebih baik jika makanan yang bergizi. Selain untuk menunjang keberlangsungan hidup, makanan bergizi pun berguna sebagai penunjang kesehatan. Selain itu, dapat berpengaruh pada perkembangan organ vital terutama pada masa kehamilan.

Jika kita mengonsumsi makanan yang bergizi tentu penyakit pun bisa diatasi. Terlebih penyakit yang sering dialami masyarakat di zaman now. Penyakit terkait perilaku dan pola makan yang kurang baik seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes melitus.

Kembali kepada momen HGN. Menurut sumber, HGN pertama kali diadakan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada pertengahan tahun 1960-an. Dilanjutkan oleh Direktorat Gizi pada tahun 1970-an hingga sekarang.

Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi Indonesia. Ditandai berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan pada 26 Januari 1951 oleh Prof Poorwo Soedarmo.

Sejak saat itu, pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Di kemudian hari disepakati bahwa HGN ditetapkan setiap tanggal 25 Januari.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI dr Anung Sugihantono M.Kes mengatakan, dengan momentum HGN ke-58 hari ini, kita dapat bersama-sama melakukan langkah strategis.

Memperbaiki status gizi masyarakat dengan menurunkan stunting, sebagai investasi bangsa untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di dunia global.

Dia pun berharap, kiranya peringatan Hari Gizi Nasional ke-58 tahun 2018 dapat menghasilkan komitmen dan kolaborasi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama mencegah stunting demi mencapai bangsa Indonesia yang sehat dan sejahtera.

Stunting, terjadi karena kekurangan gizi kronis. Penyebabnya, kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, sehingga mengakibatkan kegagalan pertumbuhan, dan kurangnya kemampuan kognitif. Balita tidak berkembang maksimal dan mudah sakit.

Dalam rangka menurunkan angka stunting di Indonesia, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi ibu hamil dan anak balita. Oleh karena itu, saat ini pemerintah dan seluruh masyarakat diharapkan dapat bekerja bersama secara terintegrasi untuk mencegah stunting, dengan fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Periode 1.000 HPK yang dimulai sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun adalah masa kritis yang menentukan masa depan seorang anak. Dampak buruk kekurangan gizi pada periode 1.000 HPK akan sangat sulit diperbaiki. (**)