26 Apr 2013

Wartawan, Imlek, dan Angpao


Catatan Hari Pers Nasional 2013

Oleh: Syahrir Hakim

Pengantar
Catatan saya ini sudah pernah dimuat pada Surat Kabar Harian PARE POS, edisi Senin, 11 Februari 2013 lalu. Tepat diperingatinya Hari Pers Nasional 2013 di Manado, Sulawesi Utara. Inilah selengkapnya.


HARI ini, Senin 11 Februari 2013 para insan pers dari segala penjuru nusantara ini tumplek di Kota Manado, Sulawesi Utara dalam puncak acara Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2013 dan HUT ke-67 PWI. Dirgahayu Pers Nasional!

Kemarin, Ahad 10 Februari 2013, masyarakat Tionghoa di jagat ini merayakan Tahun Baru Imlek 2564 dengan berbagai rangkaiannya. Selain menyediakan berbagai macam makanan, memasang pernak-pernik di rumahnya, perayaan Imlek juga diwarnai pemberian angpao. Selamat Tahun Baru Imlek, Gong Xi Fa Cai.

Ada yang serupa tapi tak sama pada kedua momen di atas. Angpao atau amplop. Pada momen peringatan tahun baru Imlek, budaya angpao merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan. Berbeda pada setiap Peringatan Hari Pers Nasional (HPN), upaya membasmi wartawan penerima angpao atau "wartawan amplop" selalu menjadi wacana.

Angpao pada perayaan tahun baru Imlek, menurut keyakinan masyarakat Tionghoa, diartikan sebagai hadiah yang diberikan untuk anak-anak berkaitan dengan pergantian tahun dan pertambahan umur. Selain itu, angpao juga mereka yakini sebagai simbol pembawa rezeki.

Dalam jagat jurnalistik, jika oknum wartawan menerima sesuatu pemberian dari seorang sumber, terkait atau tidak terkait dengan pemuatan sebuah berita, maka disebutlah dia "wartawan amplop" atau "wartawan angpao".

Sampai saat ini di sekitar kita, masih tak terhitung oknum yang mengaku-ngaku wartawan, tetapi tidak melaksanakan tugas sebagai wartawan yang profesional. Mereka yang mengaku sebagai insan pers, acapkali ditemui di lapangan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan Kode Etik Wartawan Indonesia.

Bahkan tidak jarang melakukan tindakan-tindakan yang kurang manusiawi. Padahal kita ketahui bersama, bahwa kualifikasi seorang wartawan profesional, tentunya memiliki pengetahuan tentang jagat jurnalistik, bekerja demi kepentingan umum, dan mematuhi kode etik yang berlaku.

Sebagai pelengkap tulisan ini, saya kutip pengarahan Ir Yasser Latief di hadapan peserta Diklat Jurnalistik bagi calon wartawan PARE POS, belum lama ini. Mantan Pemimpin Redaksi PARE POS itu mewanti-wanti peserta Diklat, kalau Anda mau menjadi wartawan, jadilah wartawan yang profesional. Jangan jadi wartawan karena hanya mau dekat dengan pejabat, lantas mudah menerima amplop.

Dia bertanya kepada peserta: "Kenapa wartawan dilarang menerima amplop?" Tak satu pun peserta yang berani menjawab, karena memang belum tahu jawabannya. Lantas Yasser menjawab sendiri: "Karena pemberian itu, cepat atau lambat akan berdampak terhadap idealisme wartawan. Sehingga dikatakan, wartawan penerima amplop merupakan salah satu penyakit dalam dunia jurnalistik. Jangan coba-coba merusak citra dan martabat profesi wartawan hanya karena amplop".

Kalau mau jadi wartawan hanya karena amplop, kata Yasser, sebaiknya Anda mundur sekarang juga. Jangan Anda menambah deretan angka wartawan seperti itu di kota ini. Karena perilaku seperti itu hanya mencederai kehormatan profesi wartawan.

Memang, profesi wartawan adalah pekerjaan yang mulia, sehingga dikatakan profesi wartawan sama halnya dengan profesi kenabian. Menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat secara berimbang. Meluruskan yang bengkok, bukan mencari-cari kesalahan orang.

Persoalan "wartawan amplop" akhirnya kembali ke diri wartawan itu sendiri. Bagi wartawan profesional, jangankan meminta, diberi amplop pun ia menolak. Kebanggaan wartawan justeru pada penolakannya. Ketika menolak, integritas dan citra wartawan akan terangkat dan kembali bermartabat.

Wartawan yang profesional biasanya bekerja pada perusahaan pers yang sehat. Ciri perusahaan pers yang sehat, mereka memiliki pembaca, pendengar, atau pemirsa yang mau membeli atau menonton karya jurnalistiknya. Pemasang iklannya pun tak ketinggalan, sehingga perusahaan memiliki kredibilitas dan dapat menggaji wartawannya secara wajar. Tabe' puang!!!

0 komentar:

Posting Komentar