29 Des 2015

Yang Baru yang Terlambat


Oleh Syahrir Hakim

Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut detik-detik pergantian tahun 2015 ke 2016. Dimuat di Harian PARE POS edisi, Rabu, 30 Desember 2015 dalam Rubrik Metro Pare halaman 4.
 
Mulai hari ini hingga besok, sebagian besar warga disibukkan dalam kegiatan menyambut momen malam pergantian tahun. Setiap penyambutan tahun baru, masyarakat merayakan dengan euforia serta segala hingar bingarnya. Ada yang berkumpul bersama teman, ada yang menghabiskan waktu dengan pasangan, dan tak sedikit yang tumplek ke alun-alun kota.

Jelang detik-detik pergantian tahun, warga berjubel memenuhi segala sudut Kota Antah Berantah. Kemeriahan malam itu ditandai pesta kembang api disertai bunyi petasan yang seolah memekakkan telinga. Semua wajah mengarah ke udara. Menyaksikan kembang api yang ditembakkan ke udara. Kembang api akan pecah, mengeluarkan suara, kemudian menyemburkan aneka macam warna yang tampak menghias angkasa. Luar biasa!

Namun, sebagian di antaranya tak terlalu menghiraukan momen itu. Mereka lebih memilih beraktivitas di rumah, layaknya malam-malam biasa. Seperti halnya La Oegi. Tidak ada rencana keluar rumah di malam pergantian tahun itu. Dia bersama keluarga hanya akan menyaksikan detik-detik pergantian tahun melalui layar kaca. "Saya hanya di rumah menonton TV," ujar La Oegi di salah satu warkop, kemarin.

Kata La Oegi, salah satu yang harus diingat dalam pergantian tahun, adalah meninggalkan satu kalender lama, berganti kalender baru, dengan setumpuk peristiwa yang dilalui selama 365 hari. "Apakah yang ditargetkan berhasil dicapai, atau mungkin sebaliknya kita mengalami kegagalan dan kenihilan?" katanya menasihati anak istrinya.

Salah satu yang diwanti-wanti La Oegi kepada keluarganya adalah masalah kedisiplinan dengan menghargai waktu. Menurutnya, hidup ini diatur dengan waktu. Waktu terus berputar. Waktu yang terlewat tidak akan bisa lagi diulang. Itulah mengapa waktu adalah hal yang paling berharga dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tanpa adanya waktu, maka roda kehidupan ini tak akan berjalan dengan semestinya.

La Oegi mencontohkan pada sejumlah proyek di Kota Antah Berantah yang gagal dirampungkan hingga 31 Desember 2015. Jika semua yang terlibat dalam proses pengadaan proyek tersebut menghargai waktu, jelas masyarakat akan menikmati sesuatu yang baru di tahun baru 2016. Tetapi faktanya, sesuatu yang baru itu akan menjadi terlambat dinikmati di tahun 2016.

Akan sangat disayangkan, saran La Oegi, jika pergantian waktu tersebut tidak diikuti dengan perubahan diri ke arah yang lebih baik. Tahun baru, menurutnya juga berarti keberanian untuk melihat dunia dengan cara baru. Tanpa keberanian semacam itu, tahun baru hanyalah merupakan tahun lama yang berganti angka dan nama. "Permisi numpang lewat," kata La Oegi sambil pamit meninggalkan warkop. (**)

0 komentar:

Posting Komentar