7 Mei 2014

Antara Golput dan "Golput"


Oleh Syahrir Hakim

Pemilu legislatif (Pileg) 2014 telah berlalu, tinggal menunggu hasil final dari KPU. Siapa yang berhasil menduduki kursi empuk DPR, DPD, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kota Parepare

Awalnya saya berniat untuk tidak memilih atau golput. Sebab selama muncul nama-nama calon legislatif (caleg) tak satu pun yang berkenan di hati saya untuk memilihnya menjadi wakil rakyat. Demikian juga partai, dari sekian belas partai, tak satupun yang menyentuh hati saya. Tidak seperti 20 tahun lalu, memang saya ikut mewarnai. Baik pergerakan partai, kaderisasi, kampanye pemilu hingga pemilu.

Apalagi muncul fenomena baru mencari pemilih sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara yang ditempuh para caleg. Di perumahan saya, BTN Anugerah setidaknya 3-4 caleg maupun timsesnya mengadakan sosialisasi. Sosialisasi kata mereka itu, sebelum memasuki masa kampanye yang disertai pemberian baik berupa barang maupun janji pemberian sejumlah uang.

Dalam sosialisasi ada caleg yang membagikan telur ayam sebanyak 2 rak setiap rumah disertai kartu nama berisi foto dan nomor urut, gambar partai, dan nomor urut partai dari caleg bersangkutan. Ada juga yang membagi-bagikan kain sarung. Malah tidak kurang yang membagi-bagikan sejumlah uang.

Larangan money politic atau politik uang yang dikoar-koarkan KPU, tampaknya tidak menjadi halangan sejumlah caleg untuk menghambur-hamburkan duitnya demi mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya.

Diperkirakan malam hingga subuh hari H, para caleg bekerja keras melalui tim suksesnya membagikan amplop putih berisi uang. Jumlah uang yang dibagikan bervariasi, mulai Rp50.000, 100.000 hingga 150.000.

Memang malam itu, tanpa pemberitahuan, warga pemilih sudah tahu jika sebentar lagi ada bagi-bagi amplop berisi duit. Hanya dengan modal nama dan nomor TPS tempat warga memilih, timsel sudah menyerahkan selembar amplop berisi duit. Jadilah pemilih itu golongan penunggu uang tunai alias "golput".

 Memang pada penghitungan suara, hampir seluruh TPS menjawab keraguan warga pemilih. Caleg yang disinyalir "membeli" suara, mendapatkan jumlah suara yang signifikan dibanding caleg yang hanya bermodalkan janji dan kejujuran.

0 komentar:

Posting Komentar