22 Mar 2015

"Salima"


Oleh Syahrir Hakim

"Salima" juga digunakan sebagai bahan pagar.
Kata "salima" adalah bahasa Bugis yang berarti sebilah bambu. Belahan bambu yang tipis dan panjang ini serba guna.  Istilah "salima" ini merupakan sandi atau kode ketaksetujuan istri terhadap perilaku suami. Istilah ini belum cetar membahana, tetapi setidaknya La Oegi telah mempopulerkan di kalangannya.

Kode ini hanya dianut teman-teman La Oegi yang masuk Golongan Suami Takut Istri (Gasutri). Termasuk dirinya. Tapi apa korelasi antara "salima" dengan Gasutri? Ikuti saja penuturan anggota Gasutri di bawah ini.

Syahdan! La Oegi bekerja di sebuah perusahaan swasta. Meski penghasilannya lumayan, tetapi dia sering mengeluh. Maklum, gaji yang diperoleh dari kantornya setiap bulan wajib disetor utuh kepada istrinya. Jika duit sudah di tangan sang istri, La Oegi harus gigit telunjuk. Tak akan pernah dikasih sepeser pun kecuali uang bensin.

Walaupun dompetnya tidak pernah berisi uang gaji, tetapi otak La Oegi termasuk encer. Dari sejumlah relasinya, dia berusaha mencari tambahan penghasilan. Selepas tugas jam kantor, kadang mendapat pekerjaan dengan imbalan yang lumayan. Tambahan penghasilan inipun tak ketahuan istrinya. Tapi La Oegi bingung mau disimpan di mana penghasilan tambahan itu.

Suatu hari, dia mendapat usulan seorang teman. Soal tempat penyimpanan duit yang aman, dalam jok motor. Secara diam-diam, mulailah La Oegi menyimpan sejumlah uang di jok motornya. "Biarkan istri mengambil utuh gajinya, yang penting jok motor terisi setiap hari," La Oegi membatin.

Sambil menunggu anaknya pulang sekolah sore itu, La Oegi bersama istrinya santai di teras rumahnya. Menikmati teh panas dan pisang goreng. Di saat itu pula seorang keluarga istrinya bertamu. Tujuannya, minta pinjam motor untuk sebuah urusan. La Oegi tampak gelisah. Di benaknya seolah berkecamuk. Diberikan salah, tak diberikan lebih salah lagi.

Atas desakan istrinya, La Oegi pun meminjamkan hingga pukul 17.00. Tetapi sampai batas janjinya, motor belum juga dikembalikan. Di saat kegelisahan mulai memuncak, seorang relasi menelepon La Oegi. Butuh jasanya. Dengan perasaan kesal, La Oegi meninggalkan rumah memenuhi panggilan relasinya.

Istri La Oegi curiga melihat gelagat suaminya yang tak biasa. Dalam benaknya ada sesuatu yang tidak beres. Ada sesuatu yang tidak diketahui di motor itu? Kecurigaan istrinya kian menjadi-jadi. Istri La Oegi memang ahli mengendus tempat yang patut dicurigai sebagai penyimpanan duit.

Singkat cerita. Motor pun dikembalikan setelah lewat waktu magrib. Sebelum La Oegi tiba di rumah, istrinya sudah memeriksa semua celah-celah di motor tersebut. Dia pun duduk sambil memandang motor itu. Tiba-tiba matanya menatap tajam jok motor. Dia membuka jok motor. Apa yang ada di situ? Segepok duit!

Melihat itu, emosi istri La Oegi meluap sampai ke ubun-ubun. Selama ini dia merasa dibohongi. "Ternyata ada dusta di antara kita," katanya. Meski sudah mempersiapkan "salima" untuk ganjaran perilaku suami yang tak terpuji, namun hatinya berkata lain. Kali ini "salima" tak berlaku. Dia hanya mengambil semua uang yang ada di jok motor itu.

Tatkala tiba di rumah, kegelisahan La Oegi tampak menyelimuti wajahnya. Gelisah memikirkan sejumlah uang yang ada di jok motor. Istrinya hanya tersenyum melihat gelagat suaminya. La Oegi pamit kembali menemui relasinya. Si istri menyerahkan kunci motor dengan sikap dingin.

Di tengah perjalanan yang lumayan jauh dari rumahnya, La Oegi berhenti. Membuka sadel motornya. Dia meraba uang simpanannya. Apa yang ditemukan? Ternyata uang sudah diganti guntingan koran bekas. "Wadduh.....," La Oegi hanya mampu mengeluh. Dia merasa bersalah telah mendustai semua isi rumahnya. Mengetahui hal itu, istrinya hanya tersenyum. "Bukankah dunia ini melenting-lenting ringan dan indah, kalau kita jujur apa adanya?", kata istri La Oegi. (**)

0 komentar:

Posting Komentar