25 Mei 2015

Beras Bodong dan Pelanggan Liar


Oleh: Syahrir Hakim

Nama lengkapnya Siara, atau lebih dikenal Indo Sia. Bukan siapa-siapa, hanya seorang penjual nasi kuning. Tak punya tempat jualan tetap. Perempuan tua itu setiap hari berkeliling di pasar menawarkan jualannya. Dari pagi buta hingga siang hari baru kembali ke rumah. Jualannya kadang habis, terkadang pula tersisa.

Mendengar adanya temuan beras plastik, Indo Sia sempat dihinggapi perasaan cemas. Khawatir, jika beras yang dibelinya ternyata beras bodong alias palsu. Siang itu, sebelum kembali ke rumahnya, Indo Sia singgah di penjual beras langganannya, dengan teliti dia memeriksa beras yang dipajang dalam karung terbuka. Meskipun penglihatannya mulai berkurang, dia menatap tajam beras dalam genggamannya.

Beras plastik menjadi perbincangan terhangat sepekan terakhir ini. Informasi yang disajikan media cetak maupun elektronik begitu cepat menembus kehidupan masyarakat. Gelisah dan khawatir menghantui para ibu-ibu rumah tangga. Betapa tidak, Indo Sia maupun ibu rumah tangga lainnya khawatir salah pilih membeli beras.

Namun, kekhawatiran sebagian masyarakat berangsur-angsur pulih setelah mendengar pejabat turun tangan. Sejumlah pejabat terkait pergadangan beras di Kota Antah Berantah turun memantau beras yang dijual di pasar. Hasil pantauannya dikatakan, tidak menemukan beras jenis sintetis itu. Lebih yakin lagi, adanya pernyataan pejabat pengadaan pangan, yang menjamin jika di daerah ini tidak ditemukan beras bodong.

Meskipun belum terdeteksi kemungkinan masuknya beras palsu itu, Namun, La Oegi berharap, agar tetap waspada. Sebab barang bodong terkadang masuk lewat jalur ilegal. "Pemerintah harus melakukan langkah antisipasi dan pengawasan, sehingga terhindar dari bahan pangan yang membahayakan kesehatan itu," kata La Oegi.

Serupa tapi tak sama. Kalau di pasar ditemukan beras bodong, maka di tubuh perusahaan daerah air minum (PDAM) lain lagi. Diketahui adanya sejumlah pelanggan bodong alias pelanggan liar. Dianggap liar karena tidak terdaftar secara administratif sebagai pemakai air yang resmi. Akibatnya, perusahaan itu menanggung kerugian ratusan juta rupiah setiap bulan. Alamaaak.....!

Salah satu penyebab munculnya pelanggan liar itu, ditengarai kurang profesionalnya penanganan perusahaan. Konon perusahaan itu kini dirundung setumpuk masalah. La Oegi menyebutkan PDAM itu, bagai anak ayam kehilangan induk. Dalam sejarahnya, perusahaan ini seringkali dipimpin pelaksana tugas. Dalam setahun terakhir, perusahaan itu belum juga memiliki direktur utama yang definitif.

Mengapa? La Oegi yang sok tahu mengatakan, jika bicara direktur utama definitif, itu adalah hasil kerja dewan pengawas (Dewas). Dewas lah yang melakukan seleksi terhadap calon-calon yang dapat diusulkan menjadi direktur utama. "Nah sekarang, Dewas saja belum diketahui juntrungannya, koq sudah menanyakan direktur utama definitif, kan lucu!" ujar La Oegi sembari tersenyum.

Sebentar lagi musim kemarau membawa kegerahan. Apakah nasib ribuan pelanggan resmi PDAM akan seperti tahun-tahun sebelumnya? Kembali berteriak "kekeringan" dan "kehausan" karena pasokan air yang menipis atau malah terhenti sama sekali? "Hahaha, alasan menipisnya air baku di Sungai Karajae, tidak bisa lagi dijadikan jawaban seperti tahun-tahun sebelumnya. Hhanya Dewas dan direktur utama definitif lah yang dapat menjawab sekaligus memberikan solusi," papar La Oegi. (**)

0 komentar:

Posting Komentar