29 Sep 2016

Di Balik Seragam Abdi Negara


USAI salat zuhur, La Oegi dan sohibnya sempat bincang 'sersan' di salah satu warung kopi (Warkop) di Negeri Antah Berantah. 'Sersan' maksudnya bukan pangkat militer, tapi singkatan dari 'serius santai'. Sambil menyeruput kopinya, sohib La Oegi memperhatikan tiga wanita muda masuk warkop tersebut.

Ketiga wanita berkulit putih, berbodi tinggi langsing itu, mulai menebar pesona. Mereka mendekati pelanggan warkop. "Permisi pak, mau nawarin rokok," kata seorang di antaranya. Sembari tersenyum, menyodorkan sebungkus rokok kepada seseorang di samping sohib La Oegi. Si Sohib melirik wanita itu, seolah berharap sesuatu.

Ketiganya Sales Promotion Girl (SPG) itu mengenakan seragam. Baju putih dipadu celana kulot (rok model celana) pendek warna merah, kurang lebih 10 cm di atas lutut. Penampilannya seolah menambah percaya diri untuk meluluhkan hati calon konsumen untukmembeli rokok yang ditawarkan.

La Oegi menepuk paha sohibnya yang sedari tadi melirik salah seorang SPG tersebut. Meski sudah ditegur dengan tepukan di bagian paha, si Sohib masih saja memperhatikan ketiga wanita itu. "Apa yang kamu perhatikan dari ketiga wanita cantik itu?" tanya La Oegi penasaran.

Si Sohib sambil tersenyum mengatakan, hanya memperhatikan seragam yang dikenakan ketiga wanita muda itu. Dirinya teringat akan seragam abdi negara di Negeri Antah Berantah yang mulai diberlakukan  pekan lalu. Kemudian terjadi perubahan pakaian tertentu yang wajib dikenakan pada hari tertentu pula.

"Iya seragam baru abdi negara, kenapa, ada yang aneh?" La Oegi balik bertanya ke sohibnya. "Tidak ada apa-apa, hanya sekadar bertanya. Apa makna di balik seragam baru abdi negara itu. Apakah hanya sekadar pembeda antara pegawai dengan yang bukan pegawai?" tanya si Sohib.

La Oegi tidak langsung menjawab pertanyaan sohibnya. Dia hanya menitip harapan, agar pakaian dinas baru itu, bukan sekadar pembeda antara pegawai dengan yang bukan pegawai. Tetapi di balik seragam itu terdapat semangat abdi negara untuk meningkatkan kinerja dalam melayani kepentingan masyarakat.

Sebab, kata La Oegi, seiring pesatnya perkembangan saat ini, semakin banyak pula tuntutan masyarakat akan kinerja para abdi negara, agar memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. "Bukan sebaliknya, melayani penguasa untuk menguasai masyarakat," tutur La Oegi sambil pamit numpang lewat. (**)

0 komentar:

Posting Komentar