28 Jan 2015

Bekas Tapi Berkelas


Oleh Syahrir Hakim

Kali ini saya terinspirasi dengan tiga singkatan. Ketiga singkatan itu sama artinya. Mengacu kepada pakaian bekas layak pakai. Kalau di Palembang barang tersebut biasa disebut BJ. Singkatan dari “burukan Jambi”.

Kenapa dikatakan “burukan Jambi”? Pakaian bekas layak pakai ini konon didatangkan dari Singapura melalui "pelabuhan tikus" di Jambi. Kemudian dijual di pasar sepanyol alias "separo nyolong" istilah wong kito di Kota "Pempek" Palembang. Di kota-kota di Jawa barang seperti itu dinamakan loakan atau rombengan.

Beberapa malam lalu, saya berkomunikasi dengan teman facebook (FB) di Kota Medan. Dia bercerita jika di daerahnya juga ada istilah BJ. Tapi bukan lagi "burukan Jambi" melainkan "burukan Jerman". Saya sempat membatin, kenapa menggunakan nama “Jerman”.

Teman FB saya itu menjelaskan, pada zaman duhulu, kala misionaris pertama yang datang ke tanah Batak, membawa pakaian-pakaian bekas layak pakai dari Jerman. Mereka membagi-bagikan kepada penduduk lokal. Sekarang, meski pakaian bekas ini sebagian besar dari Singapura, julukan "burukan Jerman" (BJ) tetap saja melekat pada barang itu.

Lain lagi cerita teman FB saya di Surabaya. Dia mengatakan, jika pakaian bekas layak pakai di kawasan Jawa Timur biasa diistilahkan “BI” alias “Batam Impor”. Wah, ini lebih keren lagi. Kenapa? Karena tak mengandung unsur kata “burukan”. Memang, teman saya itu tak menjelaskan lebih lanjut, mengapa dinamakan “Batam Impor”.

Tetapi saya sering mendengar cerita orang, Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura, konon merupakan tempat transit barang-barang "begituan". Barang-barang seperti itu selanjutnya disebarkan ke berbagai kota di Indonesia. Pakaian-pakaian bekas ini rata-rata bermerk, sehingga banyak peminatnya.

Pakaian bekas layak pakai di kotanya La Oegi, antah berantah, juga banyak. Tetapi namanya lain. Mereka menamakan "cap karung" disingkat "cakar". Barang seperti itu mudah dijumpai di pasar-pasar pagi maupun malam. Sayangnya, saya juga kurang paham dari mana asal barang yang berkarung-karung itu.

Pakaian "cakar" sudah tidak asing bagi kita. Bekas tetapi berkelas. Mungkin kata yang paling tepat buat pakaian "cap karung" alias "cakar" ini. Sebab, "cakar" adalah pakaian impor bekas yang berkualitas.

Tetapi kenapa disebut "cap karung" alias "cakar"? Informasi yang diperoleh La Oegi juga kurang jelas. Hanya dikatakan, dalam tahap pengiriman barang impor itu menggunakan karung-karung. Pakaian dari berbagai merek itupun berbau karung, sehingga disimpulkan bahwa pakaian bekas itu dinamakan "cakar" atau "cap karung". (**)

Bangsal Teratai Layaknya Pasar


Surat Terbuka Buat Direktur RSU Andi Makkasau, Parepare


Oleh Syahrir Hakim

Terlebih dahulu saya minta maaf kepada Direktur RSU A Makkasau, jika unek-unek saya ini mengusik ketenangan bapak. Saya hanya ingin agar bapak mengetahui ulah petugas RSU A Makkasau terutama di Bangsal Teratai, sehingga mendapatkan perhatian yang serius. Bukan laporan, asal direktur senang (ADS).

Sebab, jika ulah petugas seperti itu mendapat pembiaran, cepat atau lambat akan membahayakan pasien di sana. Pasien di RS ini berharap mendapatkan pelayanan sesuai haknya dan butuh istirahat yang cukup. Bukan "numpang tidur" di tempat layaknya pasar.

Hal seperti itu terjadi pada diri saya. Hari Kamis, 22 Januari 2015, saya chek up di Poli Jantung (cardiac centre). Setelah diperiksa, dr Hj Nurainah menyarankan saya diopname. "Harus istirahat dan butuh ketenangan," begitu kata dokter. Sayangnya, ruang cardiac full pasien. Saya pun dititip di bangsal Teratai Kelas IA. Sebagai peserta BPJS kelas II, pikir saya, tidak apalah. Paling banter hanya bayar selisih biaya kalau pun ada.

Sebagai seorang pasien jantung, saya butuh istirahat dan ketenangan. Tentu demikian juga harapan pasien lainnya. Tetapi apa yang terjadi? Sehari semalam di bangsal Teratai kelas I A layaknya saya berada di tengah-tengah pasar. Sangat terusik dengan tingkah laku para petugasnya. Tidak siang, tidak malam para petugas ngobrol dengan nada suara tinggi. Suara candaan, tertawa terbahak-bahak hingga pukul 22.00 Wita. Saya betul-betul tersiksa, tidak bisa tidur. Mungkin pasien lain juga mengalaminya.

Jika saya bertahan di bangsal itu, jelas penyakit saya akan bertambah. Ketika istri saya mencoba menyampaikan agar tidak berisik, malah salah seorang di antara petugas menjawab, "Kalau tidak tahan silakan keluar". Makanya, ketika dr Nurainah datang memeriksa saya, Jumat, 23 Januari 2014 siang, saya minta keluar, berobat jalan. Meski dokter menyarankan dipindahkan dititip di Vip Room, saya hanya mengucapkan terima kasih. Saya sudah trauma. Minta pulang saja ke rumah, akhirnya diizinkan. (**)

21 Jan 2015

Antisipasi Pohon Tumbang


Oleh Syahrir Hakim

Cuaca akhir-akhir ini dianggap kurang bersahabat. Terkadang mendung, kadang panas terik, dan kadang juga hujan gerimis. Tetapi yang lebih sering hujan deras disertai tiupan angin kencang. Kondisi seperti ini biasa disebut cuaca tak menentu, cuaca buruk atau cuaca ekstrem.

Cuaca seperti ini muncul setiap tahun. Jika tiba masanya, diharap berhati-hati. Baik yang berdiam di rumah maupun pengguna jalan. Sebab, curah hujan yang disertai angin kencang, kadang menerjang apa saja. Terutama pohon yang sudah lapuk akan tumbang. Braaak.....!

Di kotanya La Oegi, Antah Berantah, sudah beberapa pohon yang tumbang. Beruntung, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materi. Penyebab pohon itu tumbang, hujan deras disertai angin kencang. Kata warga sekitar tempat kejadian.

Menyikapi fenomena alam ini, La Ogie berharap, instansi terkait melakukan sejumlah antisipasi. Salah satunya, menebang pohon yang berpotensi tumbang. Terutama pohon yang sudah tua dan lapuk. Batangnya mulai rapuh, sehingga akarnya tidak kuat menahan beban. Jika pohon seperti ini dibiarkan, jelas akan membahayakan. Bisa tumbang kapan saja.

Jika tumbang menimpa rumah salah satu warga, akan merepotkan instansi terkait. Pemilik rumah akan meminta dana bantuan perbaikan rumah. Jika pemilik atau anggota keluarganya ada yang cedera, jelas paramedis akan turun tangan. Batang pohon yang tumbang pun akan mengganggu arus lalu lintas.

Selama ini instansi terkait telah berupaya melakukan pemangkasan pada bagian dahan dan ranting pohon. Namun ternyata hasilnya kurang efektif. Sebab, beban akar pohon hanya berkurang sedikit. Sedangkan bagian atas masih menjulang tinggi. Akibatnya begitu hujan turun disertai angin, pohon pun tumbang.

La Oegie juga berharap agar instansi terkait menyiapkan tim yang bersiaga penuh saat mendapat informasi pohon tumbang. Tim tersebut nantinya segera turun ke lokasi untuk melakukan pemangkasan sekaligus pembersihan, sehingga arus lalu lintas tak terganggu. (**)


Halo Call Centre 112......!


Oleh Syahrir Hakim

Kemarin malam, Senin, 12 Januari 2015, saya cepat-cepat meninggalkan kantor. Tidak seperti biasanya. Saya terusik dengan penyakit entah apa namanya. Sakit perut, BAB berulang kali, badan terasa demam, keringat dingin, dan kepala pusing.

Malam itu, istri saya menyarankan masuk RSUD Andi Makkasau. Saya pikir jika menuruti saran istri saya, ada kemungkinan dokter "menyimpan" satu atau dua hari di rumah sakit. Alasannya, perawatan yang intensif. Jika itu dilakukan, artinya beberapa hari juga tidak masuk kantor. Tugas-tugas saya pun di kantor terbengkalai.

Solusinya malam itu sekitar pukul 23.30 Wita, saya sarankan istri menghubungi 112. Nomor layanan kesehatan darurat dan gratis. Layanan ini dapat dinikmati langsung dari rumah warga. "Halo call centre 112?" tanya istri saya pada seseorang yang mengangkat gagang telepon. "Iya, apa yang bisa dibantu bu?" tanya penerima telepon. Setelah istri saya menjelaskan kondisi dan alamat saya, terdengar dari ujung telepon di sana, "Sabar ya bu, tunggu sebentar."

Sekitar dua puluh menit kemudian, sebuah mobil yang dibranding tulisan Ambulance Call Centre 112 sudah tiba di depan rumah saya. Dua orang paramedis disertai empat orang petugas lainnya turun dari ambulance. Setelah memeriksa tekanan darah, perut, dan bagian belakang badan saya, perawat memberikan obat untuk segera diminum.

Layanan kesehatan yang bersifat darurat dan gratis, kini saya nikmati langsung dari rumah. Saya salut akan kecepatan pelayanan yang saya butuhkan malam itu. Terima kasih saya ucapkan berulang-ulang kepada para petugas. Besoknya, saya kembali periksakan diri ke dokter RSU Andi Makkasau.

Layanan Call Centre 112 ini, merupakan program unggulan wali kota Parepare. Salah satu terobosan bidang kesehatan Pemerintah Kota Parepare yang digagas Wali Kota HM Taufan Pawe. Terobosan ini dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakatnya. Sayangnya, terkadang masih saja ada segelintir orang-orang tak bertanggung jawab mengganggu layanan yang bersufat kemanusian ini. Padahal layanan ini merupakan kebutuhan bersama. (**)







6 Jan 2015

Jadi Responden CRC


Diwawancarai Gadis Cantik

Oleh Syahrir Hakim

Andi Fitri (Surveyor CRC)
Pulang dari pasar Lakessi mengantar istri belanja, saya parkir motor. Baru dua langkah akan memasuki rumah, seorang gadis mengucapkan salam. "Wa alaikum salam," jawabku. Gadis  itupun bertanya, "Betul ini rumah pak Syahrir Hakim?" Sambil memandang wajahnya yang bulat putih, saya jawab, "Betul, saya sendiri. Dari mana ya?" saya kembali bertanya. "Surveyor dari CRC, pak," jawabnya dengan senyum manis.

"Ayo di dalam," saya ajak masuk ke rumah dan persilakan duduk. "Apa yang perlu dibantu?" Gadis itupun mengutarakan maksud kedatangannya menemui saya. Dia salah seorang surveyor dari Celebes Research Center (CRC) yang melakukan pengumpulan data dari sejumlah responden. Mereka menyebar di Kota Parepare menggali informasi dari responden soal Tata Kelola Pemerintahan Kota Parepare.

Saya tercatat salah seorang responden di RT saya. Lantas kenapa bisa nama saya yang masuk sebagai salah seorang responden? Padahal masih banyak warga lainnya yang lebih bisa mengomentari masalah-masalah di kota ini. Menurut surveyor yang punya nama Andi Fitri itu, pemilihan respondennya, bukan asal tunjuk. Tetapi melalui pemilihan secara acak. Jadi sejumlah nama dalam satu RT diacak. Secara kebetulan nama saya yang terpilih di antara sekian banyak warga di RT 004/RW 002.

Sejumlah pertanyaan dengan jawaban puas atau tidak puas. Perlu segera dibenahi atau tidak perlu. Pertanyaannya mulai dari masalah air bersih, penerangan jalan umum, fasilitas umum. Selain itu masalah politik tidak luput dari pertanyaan yang harus dijawab. Misalnya soal kepuasan atas kepemimpinan wali kota HM Taufan Pawe. Soal hubungan yang katanya kurang harmonisnya antara wali kota dan wakilnya.

Setelah quisioner terisi semua, obrolan kami pun cair. Dia cerita soal kondisi keluarganya di Makassar dalam hal pendidikan. Dia tinggal bersama tantenya, salah seorang dosen di Universitas Negeri Makassar (UNM).
Tak terasa hampir satu jam ngobrol ngalor ngidul. Fitri minta pamit untuk meneruskan tugasnya ke lokasi lain. Istri saya keluar mencarikan ojek untuk mengantarkan ke lokasi tersebut. (**)

30 Nov 2014

Menyusuri Pinggang Pegunungan Sulbar


Catatan Perjalanan ke Bumi Manakarra

Oleh Syahrir Hakim

Bersama sejumlah direksi Media Fajar Grup, saya turut menghadiri grand opening
Foto bersama Andi Riri, istri Naskah Nabhan Dirut Radar Sulbar
Graha Pena Mamuju, Sabtu malam, pekan lalu. Kantor pusat aktivitas penerbitan Harian Radar Sulbar di Bumi Manakarra, Sulawesi Barat.

Tiga hari sebelum berangkat, Direktur Utama PARE POS Faisal Palapa menyampaikan, jika ada undangan untuk menghadiri peresmian Graha Pena Mamuju. "Undangan khusus" Direktur Utama Radar Sulbar Naskah Nabhan itu, dalam kapasitas saya sebagai Redaktur Pelaksana pertama Harian Radar Sulbar.

Awalnya, rasa khawatir sempat menghantui diri saya. Khawatir mabuk dalam perjalanan menuju Kabupaten Mamuju. Maklum, saya sering mendengar kalau kata Mamuju itu merupakan singkatan dari MAju MUndur JUrang. Wow, ngeri juga mendengarnya.

Demikian pula cerita tentang perjalanan darat yang mengasyikkan, namun memabukkan. Tidak kuat mengikuti irama kendaraan yang menyusuri jalan berkelok-kelok. "Kampung tengah" alias perut akan terguncang, kepala pening disertai rasa mual, keringat dingin mengucur, akhirnya isi perut pun muncrat.

Setelah bus pariwisata milik Fajar Transpor yang saya tumpangi bersama 17 penumpang lainnya melaju, rasa khawatir saya berangsur-angsur hilang. Betapa tidak! Sepanjang perjalanan para direksi mengeluarkan jurus-jurus humor. Mengundang gelak tawa penumpang. Apa saja yang dilihat dalam perjalanan, jadi tema banyolan.

Saya ikut larut dalam suasana yang lucu.Sebelum memasuki kota Mamuju, terlebih dahulu melintasi area perbukitan dengan pemandangan alam yang menakjubkan. Menyusuri pinggang pegunungan Sulbar sepanjang kurang lebih 30 km menapaki jalan beraspal mulus. Tanjakan dan turunan bagaikan ular cobra meliuk-liuk mendengar irama suling India. Saya sempat berdecak kagum ketika menengok ke sebelah kiri, memandang keindahan panorama alam laut yang sangat eksotis.

Acara grand opening Graha Pena Mamuju di Jalan Jend Sudirman malam itu, berlangsung meriah. Dihadiri Chaiman Fajar Group HM Alwi Hamu bersama sejumlah direksinya. Sementara dari Pemprov Sulbar terlihat hadir Wagub Aladin S Mengga dan unsur muspida serta Bupati Mamuju Suhardi Duka beserta staf.

Dalam kesempatan itu Chaiman Fajar Group HM Alwi Hamu berharap kepada pemerintah setempat, agar dapat bersinergi dengan media yang ada di daerah tersebut. Sebab, dengan adanya sinergi, komunikasi akan terjalin dengan baik, sehingga masyarakat setempat dapat mengetahui kebijakan yang dilakukan pemerintahnya melalui media.

Berpose sejenak di Lepa-lepa Coffee Shop Hotel D'Maleo, Mamuju, Sulbar
Wagub Sulbar Aladin S Mengga dalam kesempatan itu, menyatakan dukungan terhadap upaya yang dilakukan Media Fajar Group di daerahnya. Selain itu, dia juga memuji keuletan Alwi Hamu dalam pengembangan koran yang bergabung dalam payung Media Fajar Group.

Malam itu, Ika KDI turut menghibur hadirin dengan beberapa buah lagu. Usai acara, kami kembali ke Hotel d'Maleo istirahat. Esok pagi sebelum meninggalkan Bumi Manakarra, rombongan memenuhi undangan Bupati Mamuju di Rujab Bupati yang dinamai Sapota.


Foreder; Disangka Ingin Merazia, Malah Mengawal
Dalam perjalanan ke Kota Mamuju, kami singgah menginap di Kabupaten Majene. Dari Kota Parepare ke "Kota Mammis" Majene yang berjarak 147 km itu, terasa sangat melelahkan tapi mengesankan.

Selain menghadiri grand opening Graha Pena Mamuju, petinggi Media Fajar Group juga punya jadwal kunjungan ke beberapa daerah di Sulbar. Rombongan mengawali perjalanan dari Kota Makassar. Tiba di Kota Parepare sebelum salat Jumat. Saya bersama Pemimpin Redaksi Harian PARE POS Akbar Hamdan menyatu dengan rombongan. Sedangkan Dirut PARE POS Faisal Palapa bergabung di kendaraan Komisaris Utama Media Fajar H Syamsu Nur. Sekitar pukul 14.00 Wita rombongan bertolak dari Restoran Asia, Parepare.

Banyak hal yang sempat terlihat dalam perjalanan, kadang menjadi bahan kelakar para penumpang. Di beberapa titik antara Kabupaten Pinrang dan Polman, beberapa polisi lalu lintas menggelar razia. Melihat bus kami dari kejauhan akan melintas, ada yang melongo. Ada pula polisi yang nekat ke tengah jalan ingin menyetop. Tetapi, ketika bus mendekat, dia malah menepi. Urung menyetop. "Na liat ki stiker FAJAR di kaca depan," kata seorang dalam bus seraya berteriak, Uuuuuuuuu........

Masih cerita tentang polisi lalu lintas di jalanan. Ketika memasuki batas Kota Majene, dari kejauhan tampak dua motor patroli polisi lalu lintas (foreder) diparkir di kiri-kanan jalan. Makin mendekat, kian kentara kedua polisi tersebut masuk ke badan jalan. Dia melambai-lambaikan tangan sebagai tanda menyetop kendaraan kami. "Wah, razia lagi," kata seorang penumpang.

Laju bus pun berangsur-angsur pelan setelah sopir menginjak rem. Seorang lelaki mendekati mobil lalu menunjuk ke arah motor patroli tersebut. Belakangan diketahui, jika lelaki tersebut wartawan Fajar di Majene yang sengaja menunggu. Maksudnya, bus yang kami tumpangi akan dikawal dua foreder memasuki Kota Majene.

Transit di Majene, menginap di Hotel Bogor
Dugaan kami keliru. Ternyata kedua polisi tersebut bukan merazia, tetapi menunggu kedatangan rombongan Media Fajar untuk dikawal dengan foreder (patroli pengawal) memasuki "Kota Mammis" Majene.
Rombongan pun diantar hingga di Hotel Bogor untuk beristirahat.

Jumat malam, rombongan menikmati jamuan santap malam di Rujab Bupati Majene. Kemudian dilanjutkan silaturahmi antara jajaran Pemkab Majene dengan para direksi Media Fajar Group di aula kantor bupati setempat. Dialog berlangsung dalam suasana santai penuh keakraban.

Malam itu, Bupati Majene H Kalma Katta didampingi Wakil Bupati Fahmi Massiara, Sekda Syamsiar Muchtar, Wakil Ketua DPRD Lukman. Sedangkan Dirut Fajar Holding H Syamsu Nur didampingi Dirut Radar Sulbar serta sejumlah direksi Media Gajar Group.

Kalma Katta dalam kesempatan itu menyatakan, daerah yang dipimpinnya merupakan satu dari enam kabupaten di wilayah Sulbar. Majene adalah kabupaten terkecil, namun yang tertua usianya dari lima kabupaten lainnya. Daerah ini digelar sebagai Kota Mammis, dalam bahasa Mandar artinya Manis. "Mammis juga adalah singkatan dari Majene membangun dan memberantas kemiskinan," kata bupati Majene.

Dirut Fajar Holding H Syamsu Nur menyatakan rasa terima kasihnya kepada Bupati Majene dan jajarannya, atas sambutan kunjungan para direksi Media Fajar Group di daerah ini. Dia berharap agar kerjasama selama ini semakin ditingkatkan. "Media dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, berupaya membantu pemerintah dengan mendorong masyarakat unuk membangun daerahnya," kata Syamsu Nur.

Dari Majene ke Mamuju, Ahad pagi rombongan kembali ke Makassar. Dalam Perjalanan ke Makassar, rombongan singgah di Rujab Bupati Polman. Bupati Ali Masdar menjamu makan siang. Usai foto bersama, perjalanan dilanjutkan ke Kota Parepare. Rombongan pun singgah di Barugae, Rujab Wali Kota Parepare. Setelah makan malam dan silaturahmi dengan Wali Kota H Taufan Pawe, rombongan Media Fajar Group melanjutkan perjalanan ke Makassar. (**)

25 Nov 2014

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula


Oleh Syahrir Hakim

Hujan sesekali menyiram bumi. Beberapa tempat mulai becek. Selokan pun dikeruk, antisipasi luapan air jika hujan deras. Limpahan rahmat berupa hujan yang sudah lama dinanti-nanti, datang juga. Herannya, dalam kondisi seperti ini, sebagian pelanggan PDAM masih mengeluh soal air.

Kran ledeng mereka kadang meneteskan air, kadang tidak. Nada protes bermunculan. Kata mereka, air di tempatnya sehari mengalir, seminggu ngadat. Tetapi mengapa di sekitar tempat tinggalnya, ada kran yang tak pernah berhenti mengalirkan air? Masalah!

Sejak kemarau melanda negeri ini, debit air Sungai Karajae sebagai sumber baku terus berkurang. Meski sudah ada hujan beberapa hari ini, belum membantu bertambahnya debit sumber air tersebut. Itulah sebabnya, masih ada pelanggan yang hampir tiga bulan ini masih menikmati hidup-matinya air PDAM.

Sebagian pelanggan memaklumi kondisi ini, termasuk La Oegi. Malah selama kemarau, dia seolah tidak peduli lagi. Mau air mengalir atau tidak. Untuk kebutuhan rumah tangganya, cukup memesan dengan sistem terima di tempat. Tujuh puluh ribu rupiah satu tandon berisi air satu kubik. "Gitu aja koq repot," kata La Oegi meminjam istilah almarhum Gusdur.

Selama kemarau panjang, banyak pelanggan yang merasa amat sangat dirugikan. Mengapa? Setiap malam mereka membuka kran ledeng. Berharap air akan mengalir di malam hari. Namun, hingga jelang pagi air tak kunjung menetes.

Menurut petinggi PDAM, jika kran terbuka, jarum meteran akan berputar terus, meski air tidak mengalir. Banyak di antara pelanggan yang kurang paham masalah ini. Membiarkan kran tetap terbuka. Akibatnya, tagihan melonjak. Masalah lagi!

La Oegi tak ambil pusing. Paham dan maklum masalah ini. Tapi, lain ceritanya jika posisi angka pemakaian air yang tertera dalam rekening jauh lebih tinggi daripada angka di meteran itu sendiri. Ini baru masalah yang kurang "dipahami" apalagi untuk "dimaklumi". Mengapa bisa demikian? Seolah-olah petugas pencatat kurang serius melaksanakan tugas, pelanggan kena imbas. Lagi-lagi masalah!

La Oegi tak ingin melakukan pembiaran penumpukan masalah. Kata dia, masalah yang menimpa pelanggan PDAM sudah bertubi-tubi. "Ibarat kata pepatah Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula," ujarnya sambil berlalu untuk menyelesaikan masalahnya di kantor PDAM. (**)