24 Jun 2014

Fun Bike Peduli Pendidikan PARE POS


Oleh Syahrir Hakim


Bersama Salman Razak (Jesrey Jerman) usai fun bike
Selama satu tahun lebih memiliki sepeda gunung, baru kali ini ikut sepeda santai atau istilah kerennya fun bike. Kebetulan even organizer di kantor ku menggelar kegiatan itu bekerjasama Tim Penggerak PKK Kota Parepare, Ahad, 15 Juni 2014.
Sekitar 200-an peserta termasuk Wali Kota Parepare Taufan Pawe bersama jajarannya dilepas ketua TP PKK H Erna Taufan di Jalan Lasinrang, depan Pasar Lakessi.

Peserta fun bike menempuh rute Jl Lasinrang-Jl Lahalede-Jl Andi Makkasau-Jl Andi Pattola-Jl Agussalim-Jl Bau Massepe-Pasar Sumpang-Jl Pantai Bibir-Jl Mattirotasi-Jl Andi Cammi-Jl Abd Kadir-Jl Bau Masdepe-Jl Karaeng Bura'ne-Jl Hasanuddin-Jl Lasinrang finis depan Pasar Lakessi.

Meski di bawah gerimis hujan, peserta tetap penuh semangat menggowes sepedanya menyusuri rute yang telah ditentukan panitia. Memang hari itu suasananya lain, tak seperti biasanya, setiap Sabtu sore saya rutin menggowes sepeda tanpa ada teman. Hanya sesekali ketemu dengan sesama penggowes.

Tapi dalam even ini, semangat saya pun menggebu-gebu. Menggowes sepeda lebih 10 km itu, capeknya tidak terasa karena banyak teman gowes di sekitar kita. Di depan, samping kiri-kanan, maupun di belakang dengan keringat bercampur tetesan hujan membasahi badan.

Pagi itu saya tinggalkan rumah sekitar pukul 06.30 Wita menuju tempat star.  Lewat jalan menanjak di belakang rumah, kemudian menyusuri Jalan Ahmad Yani hingga tiba di deoqn paar Lakessi. 

Rute yang dilalui peserta pun sudah sering saya lalui, jadi tidak begitu mengejutkan ketika mengikuti sepeda santai ini. Setelah semua peserta tiba di finis, panitia pun mengumumkan pemenang nomor undian dari secarik kupon snack.

Sekitar pukul 10.30 Wita, acara pun usai, peserta kembali ke rumah masing-masing. Sebagian peserta yang tinggal di kota tak terasa tiba di rumahnya. Tetapi saya yang tinggal di perumahan yang letaknya di ketinggian, setengah hidup menggowes sepeda hingga tiba d rumah.
Malah medannya terasa lebih ekstrem daripada rute fun bike kali ini.


7 Mei 2014

Antara Golput dan "Golput"


Oleh Syahrir Hakim

Pemilu legislatif (Pileg) 2014 telah berlalu, tinggal menunggu hasil final dari KPU. Siapa yang berhasil menduduki kursi empuk DPR, DPD, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kota Parepare

Awalnya saya berniat untuk tidak memilih atau golput. Sebab selama muncul nama-nama calon legislatif (caleg) tak satu pun yang berkenan di hati saya untuk memilihnya menjadi wakil rakyat. Demikian juga partai, dari sekian belas partai, tak satupun yang menyentuh hati saya. Tidak seperti 20 tahun lalu, memang saya ikut mewarnai. Baik pergerakan partai, kaderisasi, kampanye pemilu hingga pemilu.

Apalagi muncul fenomena baru mencari pemilih sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara yang ditempuh para caleg. Di perumahan saya, BTN Anugerah setidaknya 3-4 caleg maupun timsesnya mengadakan sosialisasi. Sosialisasi kata mereka itu, sebelum memasuki masa kampanye yang disertai pemberian baik berupa barang maupun janji pemberian sejumlah uang.

Dalam sosialisasi ada caleg yang membagikan telur ayam sebanyak 2 rak setiap rumah disertai kartu nama berisi foto dan nomor urut, gambar partai, dan nomor urut partai dari caleg bersangkutan. Ada juga yang membagi-bagikan kain sarung. Malah tidak kurang yang membagi-bagikan sejumlah uang.

Larangan money politic atau politik uang yang dikoar-koarkan KPU, tampaknya tidak menjadi halangan sejumlah caleg untuk menghambur-hamburkan duitnya demi mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya.

Diperkirakan malam hingga subuh hari H, para caleg bekerja keras melalui tim suksesnya membagikan amplop putih berisi uang. Jumlah uang yang dibagikan bervariasi, mulai Rp50.000, 100.000 hingga 150.000.

Memang malam itu, tanpa pemberitahuan, warga pemilih sudah tahu jika sebentar lagi ada bagi-bagi amplop berisi duit. Hanya dengan modal nama dan nomor TPS tempat warga memilih, timsel sudah menyerahkan selembar amplop berisi duit. Jadilah pemilih itu golongan penunggu uang tunai alias "golput".

 Memang pada penghitungan suara, hampir seluruh TPS menjawab keraguan warga pemilih. Caleg yang disinyalir "membeli" suara, mendapatkan jumlah suara yang signifikan dibanding caleg yang hanya bermodalkan janji dan kejujuran.

6 Mei 2014

Adikku di Rumah Sakit


Ditulis oleh Syahrir Hakim

Dering HP istriku membangunkanku sekira pukul 04.30 pagi. Ternyata kabar buruk dari Bulukumba. Adikku Syafruddin dalam kondisi kritis di ICU RS Andi Sulthan Bulukumba, penyakit asmanya kambuh. Saya pun duduk di ujung rosban mendengarkan percakapan istri saya dengan adik yang lagi nungguin di RS.

Sambil menunggu perkembangan selanjutnya, saya pun bergegas menuju kantor. Siangnya, adik saya dirujuk ke RS Awal Bros Makassar. Dengan ambulans dia diantar paman H Burhan dan tante Hj Suhe. Semua adik-adik menyusul di belakang dengqn mobil pribadi masing-masing.

Saya pun sudah janjian dengan adik Arif Rahman Hakim alias Riri di Soroako bersama-sama ke Makassar. Kata dia, berangkat pukul 08.00 Wita dan diperkirakan tiba di Parepare sekitar pukul 16.00. Namun, sejak sore saya menunggu, baru muncul sekitar pukul 21.00 itupun menunggu di Jalan Sudirman depan kantor Kejari Parepare.

Pukul 24.00 kami tiba di rumah adik Suardi di Jalan AP Pettarani Lrg Bonto Cinde. Hampir semua keluarga sudah kumpul di rumah itu. Kami tidak langsung masuk RS karena jam besuk sudah habis.

Esoknya pukul 11.00 kami baru menuju ke RS yang tidak jauh dari rumah adik di Bonto Cinde. Adik saya masih di ruang ICU lantai 3. Kondisi saat itu masih mengenaskan. Sesak napas yang diderita tampaknya sangat menyiksa.

Tak lama setelah saya berada di ruang ICU, dokter Rasyid pun datang disusul istrinya. Dokter Rasyid, seorang dokter di Bulukumba yang terkenal tahun 70-an. Dia bersaudara dengan bapak mertua adik saya itu. Sedang istri dr Rasyid, kakak kandung Andi Kusmawati, istri Tajuddin Kammisi, mantan wawali Parepare 2 periode.

Sebelumnya, di pagi hari, istri saya sudah membesuk kemudian kembali ke Parepare, karena ada pesanan pempek dalam jumlah porsi yang banyak. Saya baru meninggalkan Makassar sore hati dengan menumpang patas Damri hingga tiba di Parepare pukul 21.30 wita

Hingga kini kondisi adik saya masih sering kambuh. Memang sudah keluar dari RS, tetapi masih sementara d rumah adik di Bonto Cinde.

Jadi Pembimbing Prakerin SMKN 2 Barru


 oleh Syahrir Hakim

Awal diberikan tugas sebagai Manajer Pegembangan Sumber daya Manusia (PSDM), banyak tantangan yang saya hadapi, terutama sebagai pembimbing siswa Prakerin yang lazim disebut anak magang.

Memang, sebelumnya urusan anak magang dipegang bagian iklan. Sejak PSDM di tangan saya, sejak itu pulalah anak magang menjadi urusan bagian saya. Tetapi, berpindahnya urusan anak magang ini tidaklah berjalan mulus, karena bagian iklan seolah-olah tidak mau melepaskan cengkramannya. Kenapa? Entahlah saya juga tidak tahu.

Setelah melalui perdebatan yang alot di hadapan Dirut, kemudian Dirut menjelaskan apa tugas-tugas PSDM, barulah Andi Mulyadi mengerti dan mau "angkat tangan". Di saat itu pulalah dia menyerahkan ketiga anak magang dari SMKN 2 Barru tersebut. Ketiganya masing-masing Musdevi, Musdalifa, dan Kartika Sari sebagai peserta prakerin jurusan multimedia.

Mulailah ketiganya dari lantai 2 naik ke lantai 3 di bulan Januari 2014. Setelah saya berikan pengarahan di ruang rapat, lantas saya tunjukkan komputer yang nantinya digunakan dalam kegiatan praktek sehari-hari.

Di bulan kedua, tugas ketiganya bukan saja melulu praktek fotoshop, adobe indesign, word, tetapi saya berikan juga tugas perkantoran secara bergilir. Malah tanpa sepengetahuan saya awalnya, ketiga anak magang tersebut disuruh keluar mencari langganan oleh manajer sirkulasi. Sebenarnya tidak ada masalah, sepanjang membantu bagian sirkulasi, meski tidak ada relevansi dengan program prakerinnya.

Selama kurang lebih 4 bulan ketiga anak magang tersebut banyak hal-hal yang mereka belum peroleh sebelumnya. Banyak pengalaman yang mereka dapatkan di PARE POS. Saya selaku pembimbing Prakerin telah mengantarkan ketiga siswa tersebut menyelesaikan tugasnya.

Sampailah waktunya memberikan nilai kepada ketiga siswa tersebut. Sesuai buku panduan yang saya terima dari sekolahnya, peserta prakerin harus diberikan nilai oleh pembimbing dunia industri. Nilai itu terdiri dari aspek nonteknis dan teknis.

Satu hal yang menjadi catatan saya dan telah disampaikan kepada guru pembimbing Pak Idris, adalah masalah kedisiplinan siswa. Terkadang siswa sudah berada di kampung halamannya baru minta izin. Hal satu inilah yang membuat nilai ketiga siswa tersebut sedikit anjlok.

Saya sebutkan saja nilai rata-rata yang diperoleh masing-masing adalah Musdefi 86, Musdalifa 81, dan Kartika Sari 85. Lucunya, sebelum hari penarikan, Rabu, 30 April 2014, ketiganya sudah pulkam. Esoknya, pak Idris datang membawa sebuah cendramata untuk PARE POS, sambil pamit, menanyakan ketiga siswanya yang akan ditarik dari prakerin. Saya jawab, mereka sudah pulkam kemarin pak (Selasa, 29 April).

Buku jurnalnya pun yang belum diisi nilai juga diboyong pulang. Sorenya, Tikha saya kabarkan melalui BBM, karena takut disemprot pak Idris, dia berjanji akan datang bersama Musdalifa hari Kamis, 1 Mei 2014, disusul Musdefi datang hari Sabtu, 3 Mei 2014. Mereka mengisi daftar nilai yang saya berikan, kemudian pulkam kembali.

5 Mei 2014

Istri Sakit, Saya tak Ngantor


 Jenuh Diam di Rumah

Ditulis oleh Syahrir Hakim

Senin pagi rutin diadakan rapat evaluasi dan proker di kantor ku. Saya tak masuk kantor hari itu, Senin, 5 Mei 2014 setelah meminta izin ke dirut, saya kembali ke rumah. Istri lagi tak enak badan sejak semalam.

Rencananya saya mau bawa lagi ke RSUD A Makkasau untuk berobat, setelah Sabtu kemarin saya bawa. Namun rencana itu batal karena istri saya lebih memilih ke tempat praktek dr Nurainah, sebentar malam.

Sehari-hari berada di kantor dengan berbagai rutinitas, tak terasa waktu. Siang, sore, malam hingga tugas usai. Tetapi tinggal di rumah menemani istri yang sakit, terasa betul jenuh.

Tiba waktunya makan siang, saya hanya beli nasi rendang di warung Padang dan istri saya pengen makan gado-gado.

Terbiasa dengan kesibukan di kantor, tinggal di rumah terasa jenuh. Hanya android ku yang menemani dengan menerima dan mengirim kabar ke teman-teman. Sesekali nyetel tv yang lagi tak karuan programnya karena adanya sedikit kerusakan.

 Malamnya saya antar istri ke tempat praktek dokter Nurainah spesialias penyakit dalam di Jalan Bau Massepe, samping apotek Ilham. Tak lama duduk depan pintu masuk kamar praktek, nomor antrean 7 pun dipanggil.

Setelah dokter memeriksa bagian-bagian tubuh istri saya, dokter pun memberikan resep untuk ditebus di apotek sebelah. "Tidak usah bunda," kata Yanti, asisten dokter ketika ditanyakan biaya pemeriksaan. "Ambil saja obatnya di sebelah," ujarnya. Padahal ketika saya tanya pasien lain, biaya pemeriksaan dokter itu sebesar Rp125 ribu. Saya pun ke sebelah mengambil obat 2 macam dengan tebusan Rp90 ribu.


Besoknya sekitar pukul 17.00 Wita, saya kaget melihat wajah istri saya yang pucat pasi. Saat itu juga saya paksakan masuk rumah sakit. Bersama Aty, keponakan, kami menuju UGD untuk periksakan penyakitnya.

Lama juga menunggu baru dokter jaga datang. Setelah diperiksa, saya diminta untuk membeli obat di Apotek Aulia. Harga obatnya selangit Rp200 ribu. Tak apalah, demi kesembuhan istri saya. Setelah semua administrasi beres, kami membawanya ke bangsal Anggrek kelas II.

Selama 6 hari terbaring di rumah sakit, muncul sejumlah keluhan. Soal air yang tidak mengalir, hingga kamar mandi mengeluarkan bau yang kurang sedap. Dengan terpaksa minta tolong kepada petugas clining service mencarikan air dengan upah tertentu.

Jadwal kunjungan pemeriksaan dokter yang tak menentu, hingga resep obat yang diberikan dokter bukan obat yang ditanggung BPJS. Obat itu harus dibeli di apotek tertentu. Pengurusan administrasi pun oleh perawat yang kurang teliti, sehingga terkadang berkas orang lain yang diberikan.



26 Jan 2014

Rekrutmen Desember 2013


Nurhayat (Manajer Iklan Upeks) saat memaparkan materinya di depan peserta.
Oleh Syahrir Hakim

Salah satu hasil rapat awal pekan pertama bulan November 2013 di kantor saya, merekomendasikan rekrutmen karyawan baru di semua bagian. Kebijakan pimpinan PARE POS ini untuk mengefektifkan karyawan baru mulai Januari 2014.


Selaku manager personalia dan PSDM, saya langsung menindaklanjuti rekomendasi itu dengan membuka pendaftaran selama tujuh hari. Hingga hari terakhir pengumuman penerimaan, surat lamaran sudah bertumpuk di meja saya. Pelamar untuk redaksi rata-rata berijazah strata satu. Sedangkan iklan/sponsorshif dan sirkulasi ada S1 ada juga tamatan SLTA.

Tiba masanya pelamar menjalani tes wawancara, saya hanya merekomendasikan 16 dari 40 pelamar yang lolos berkas, berhak mengikuti tes wawancara. Hasilnya, semua lulus dan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat). 


Diklat dimaksudkan agar calon-calon karyawan dapat mengetahui dan memahami apa dan bagaimana bekerja di media penerbitan semacam Harian PARE POS. Semua manager bagian dan redaktur ambil bagian menjadi pemateri. Terakhir, saya menghadirkan pemateri dari Fajar Group masing-masing Mustawa Nur (Direktur Berita Kota Makassar), Arsyad Hakim (Staf Redaksi Harian Fajar) dan Nurhayat (Manager Iklan Upeks).

Senin, 2 Desember ke 16 calon karyawan/wartawan tersebut, saya serahkan kepada masing-masing manager bagian untuk selanjutnya menjalani masa magang alias percobaan selama dua bulan. Lima wartawan, lima di bagian iklan, empat di bagian sponsorshif, dan dua orang di bagian sirkulasi. 

Sampai hari ini (ditulisnya blog ini, pen) jumlah yang saya serahkan itu kelihatannya menyusut, tinggal separo yang bertahan mengikuti masa magang. Separo lainnya sudah "buang handuk" alias mundur teratur. Di antara yang bertahan kelihatannya tetap enjoy melaksanakan tugasnya, terutama reporter.
  
Kenapa demikian dan apa penyebab, sehingga mereka tidak betah menjalani masa magang hingga menjadi karyawan tetap atau organik. Entahlah, asal tahu saja, bekerja di sebuah media penerbitan dibutuhkan ketekunan, kreativitas, inovasi, dan sanggup bekerja secara tim. 

Latar belakang pendidikan tidak menjamin seseorang dapat bekerja dengan baik. Apalagi jika dari awal niatnya hanya sekadar mencari pengalaman atau tidak ada lagi pekerjaan lain.
Yang paling parah, ketika seorang pelamar ingin bekerja di Pare Pos sambil menunggu terbukanya penerimaan CPNS. (**)

26 Des 2013

Kami Ikhlas Melepas Kepergianmu Nak......


Dia Meninggalkan Kami untuk Selama-lamanya


Oleh: Syahrir Hakim

TIGA tahun sudah berlalu. Hari itu Senin, 27 Desember 2010, tak dapat saya lupakan selama hayat masih dikandung badan. Hari berkabung kami sekeluarga.

Hari kepergian putri tercinta Andi Suciana Novyamsyah untuk selama-lamanya. INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJIUN. Dia menghadap Ilahi Rabbi dalam usia 24 tahun.

Hari itu, sekitar pukul 05.45 Wita di sebuah bangsal di Rumah Sakit Umum Andi Makkasau, ananda menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan saya. Tangis kesedihan pun seolah memecah ruangan melepas kepergiannya. Sejumlah keluarga pasien lain turut menyaksikan salah satu dari kekuasaan Allah SWT.

Jumat sore, tiga hari sebelum kepergiannya, sakitnya kambuh lagi. Dia minta dibaringkan di kamar tidur saya. Saya dan ibunya sepakat membawanya ke rumah sakit. Mendengar itu, tetangga pun berdatangan ke rumah menengok ananda.

Sebelum berangkat ke rumah sakit, dia sempat memohon maaf kepada semua tetangga maupun keluarga suaminya yang datang menjenguk. "Maafkan saya pak aji," pintanya kepada H Syarifuddin, mertuanya.

"Kak Erni, tolong jagai tetta sama ibu, kak. Tolong ya kak," katanya kepada kakak sepupunya yang berdiri di pintu kamar. Lantas dia membisikkan sesuatu ke telinga kanan saya. Kata dia, jika bagiannya dari rumah yang didiami sekarang ini diserahkan saja kepada kakaknya. "Rumah ini kasih kakak bae (bae: saja, bahasa Palembang), saya ikhlas tetta, berikan sama kakakku," katanya sambil memegang erat lengan kanan saya.

Awalnya, memang ada kesepakatan kami bertiga (saya, putra pertama, dan dia) bahwa angsuran rumah sebesar Rp1,8 juta, kami bertiga yang menanggung masing-masing Rp600 ribu setiap bulan. Memang, rumah tersebut atas nama saya, tetapi nantinya milik mereka berdua. Namun, belum juga dimulai kesepakatan itu, dia sudah meninggalkan kami selama-lamanya.

Masih di rumah sore itu, dia juga memohon maaf kepada tetangga yang menjenguknya, jika selama ini ada tingkah lakunya yang tidak berkenan di hati. "Maafkan semua kasian, segala kelakuanku yang tak berkenan di hati," pintanya kepada tetangga. Para tetangga pun hampir bersamaan menjawab, "Tidak ada jhy dosa ta nak, sudah dimaafkan mhy," sambil menyarankan beristigfar kepada Allah SWT.

Saya pun sempat membisikkan, untuk banyak-banyak beristigfar. "Istigfar ki nak," kata ku kepadanya. Sore itu tak seorang pun yang tahu jika semua yang dikatakan itu, terutama permohonan maafnya merupakan pertanda bahwa dia akan meninggalkan kita selama-lamanya.

Sore itu juga, kami bawa masuk ke Rumah Sakit Andi Makkasau, Parepare. Hingga malam kedua mulai kelihatan sehat, bercanda dengan kami, dan saling memberi informasi kepada kakaknya yang sementara mengikuti training di Bogor, Jawa Barat tentang kondisi kesehatannya.

Malam ketiga, hampir semua nomor temannya yang tercatat di HP-nya dihubungi. Sambil bercanda dia mengatakan, jika pertemuannya dulu itu, mungkin yang terakhir dan tidak akan bertemu lagi. Kemudian menelepon kakaknya, Andi Sukmaputra dia memanggilnya. "Ke sini khy kak, kalau ada kesempatan ta naaa," katanya.

Si kakak pun menanyakan kondisi kesehatannya kepada ibunya. Sang ibu mengabarkan jika kondisi adiknya mulai membaik. Jika nantinya ada perubahan akan dikabarkan secepatnya. Meski kakaknya berniat akan pulang ke Parepare, tetapi sempat dicegah ibunya. "Tidak usah dulu ke sini, nak, karena saya lihat kondisinya agak membaik," kata istri saya kepada anaknya yang ada di Bogor.

Sekitar pukul 23.00 Wita, ananda menelepon kakak sepupunya, Mulyawan di Makassar agar ke Parepare melihat dia yang sedang terbaring di rumah sakit. Namun, si kakak sepupu tak bisa datang karena anaknya juga sedang sakit. "Saya tidak bisa berangkat sekarang dek, karena Manda (putrinya, pen) lagi sakit juga, mungkin besok kalau sudah baikan baru saya ke Parepare," begitu jawaban dari ujung telepon. Tapi ananda yang sedang terbaring tetap memanggil-manggil kakak sepupunya itu ke Parepare. "Kesini meki kak, ke sini ki diii," pintanya.

Sekitar pukul 04.30 Wita, dia menyuruh suaminya yang tertidur duduk di sisinya, pindah di bangsal yang kosong, karena besok pagi masuk kerja. "Nanti malah ngantuk di kantor," katanya kepada suaminya. Setelah suaminya pindah tempat tidur, dia pun memanggil saya ke sisinya. Saat itu ada yang lain saya saksikan. Sorot matanya yang tajam dan suaranya yang kian tenggelam memanggil-manggil. "Ke sini etta, ke sini ki dekatku," panggilnya berulang-ulang sambil melambaikan tangannya dan menganggukkan kepalanya.

"Tunggu sebentar ya nak, etta cuci muka dulu," kata saya sambil berlalu ke toilet rumah sakit membasuh muka dengan air. Tak lupa menitipnya ke istri saya yang sejak tengah malam hingga subuh itu tak henti-hentinya membaca surah Yasin berulang-ulang. Saya pun langsung berwudhu, karena azan di masjid sudah menggema lantas menunaikan salat subuh dan berdoa, semoga saya diberikan ketabahan dalam menghadapi semua ini, amin Ya Allah....

Saya kembali mendekat. Belum sempat saya duduk dengan sempurna, ananda langsung meraih badan saya lalu menciumi muka dan kepala saya sembari mengatakan, jika dia sayang sama saya. "Saya sayang ki itu tetta," inilah kalimat terakhir yang terdengar dari bibirnya hingga tak sadarkan diri lagi.

Istri saya membangunkan suami ananda dan menyuruh memanggil suster. Setelah diperiksa nadi dan tekanan darahnya, suster menyarankan untuk mulai menuntun dua kalimat syahadat. Saya pun menyebut nama panggilannya, "Suci ikuti tetta nak, baca lafaz LAILAHA ILLALLAH MUHAMMADARRASULULLAH," saya tuntun di telinga kirinya sambil merapatkan telapak tangan kanan saya di dahinya. Hingga akhirnya, ananda menghembuskan nafas terakhirnya. 


Dalam suasana panik saat itu, bibir saya hanya mampu mengucapkan INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJIUN sambil merapatkan kedua mata dan bibirnya. Selamat jalan anakku, semoga mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Kami yang kamu tinggalkan dengan ikhlas melepas kepergianmu nak menghadap Sang Khalik. Insya Allah kami tetap mendoakanmu agar Allah SWT mengampuni dosa-dosa dan segala kehilafanmu, melapangkan alam kuburmu, dan menjadikanmu orang-orang yang dicintai-Nya, amin.... (*)